#navbar-iframe { display: none !important; } PANGKARAS: RANJANG YANG TERNODA #09

Jumat, 09 April 2010

RANJANG YANG TERNODA #09

Ketika jari Paidi melesak masuk, tanpa sadar Alya meremas kemaluan Paidi dengan kencang. Penis itu begitu besar dan keras, Alya seakan tak mampu menggenggamnya utuh karena ukuran lingkarnya yang sangat besar. Dia tak pernah menduga orang sekurus Paidi memiliki penis yang sedemikian besarnya, ia sudah memperkirakan ukurannya, tapi penis milik Paidi ini melebihi semua imajinasi lliarnya. Batang kemaluan hitam besar milik Paidi berdenyut dalam genggaman tangan Alya yang halus, si cantik itu bisa merasakan denyut yang bergerak di urat yang bertonjolan di batang yang terisi oleh desakan darah dan sperma yang siap diledakkan.



Paidi menarik jarinya dan merubah posisi. Ia mengangkat tubuhnya sehingga Alya kini bisa melihat langsung ukuran sebenarnya batang kemaluan laki - laki yang baru saja menindihnya. Mata indah si cantik itu langsung terbelalak!



Luar biasa besarnya!



Jauh lebih besar daripada milik Hendra atau bahkan Pak Bejo!



“Ya Tuhan!” desis Alya yang terkejut.



Paidi nyengir. Dia bangga dan bahagia melihat reaksi majikannya yang terkejut saat melihat ukuran tongkolnya. Reaksi jujur yang ditunjukkan oleh Alya sungguh sedap baginya. Rasa ketakutan karena tak ingin ketahuan, perasaan bersalah, nafsu yang menggelegak yang sangat terlihat di wajah Alya adalah keindahan sempurna bagi Paidi. Inilah yang membuatnya terangsang hebat.



Alya memang bukan seorang perawan, tapi Paidi memperkirakan tusukan pertama penetrasinya akan seret sekali, karena walaupun sudah pernah berkali - kali melayani nafsu binatang Pak Bejo, memiaw Alya masih sangat mungil.



Alya memandang penis Paidi dengan penuh ketakutan sekaligus kekaguman. Seakan ia berhadapan langsung dengan seekor ular kobra dan takut untuk menggerakkan tubuh sedikitpun. Bagi Paidi, menyaksikan konflik batin ibu muda yang jelita itu sungguh suatu kenikmatan yang tak terkira.



“Apakah ini yang anda inginkan selama ini?”



Alya menatap Paidi bingung, apa maksud kata - katanya itu?



Paidi tersenyum dan mengulangi lagi ucapannya, “setelah selama ini ditiduri oleh laki - laki lemah seperti Pak Hendra dan laki - laki brengsek seperti Pak Bejo… apakah ini yang ibu inginkan? Kejantanan sejati seperti ini?”



Wajah Alya memerah karena malu. Ia marah dan kesal pada sikap Paidi yang arogan, tapi memang benar apa kata supirnya itu - Alya sangat tertarik mencicipi kejantanan milik Paidi yang luar biasa besarnya. Warna merah jambu karena malu menutup pipi hingga ke dada Alya. Kejantanan sejati… kejantanan sejati… kata - kata itu terus berulang di otak Alya yang dipenuhi kekalutan.



Tidak mungkin ada penis sebesar itu! Terlalu besar! Ini semua pasti rekayasa! Batin Alya dalam hati. Kalau mau hiperbola, tidak mungkin ada penis yang batangnya hampir sama besarnya dengan pergelangan tangan Alya! Ketika Paidi berpindah posisi dan kedua tangannya kini berada di bawah rok Alya, ibu muda yang jelita itu bisa melihat dengan jelas batang penis Paidi!



Alya terbata - bata melihat panjang penis Paidi. Tidak akan muat! Benda ini tidak akan muat masuk ke dalam kemaluannya yang mungil! Benda itu akan menghancurkan rahimnya! Batin Alya lagi.



“Terlalu besar…” desis Alya perlahan. Nafasnya kembang kempis, ada desakan berat di dalam dadanya, di tenggorokan dan dalam pikirannya. Panas menghentak - hentak membuat birahi Alya meninggi, ada kehausan luar biasa yang ditimbulkan pemandangan indah yang diberikan Paidi pada lubang kemaluan Alya. Paidi tersenyum penuh kemenangan ketika dia menarik celana dalam Alya, wanita cantik itu menggerakkan pinggulnya tanpa sadar, memudahkan Paidi melucuti celana dalamnya yang mungil.



Alya telah menyerah kepada supirnya…



Alya telah ditaklukkan…



“Ya Tuhan! Apa yang… suamiku…”



Paidi tersenyum, lagi - lagi laki - laki kurus berkulit hitam itu menempelkan bibirnya ke bibir tipis Alya, mengatupkan mulutnya ke mulut Alya dengan satu ciuman penuh nafsu. Apapun kata - kata yang hendak diucapkan Alya, semua permohonan dan penolakannya, luruh oleh ciuman itu. Alya menggeser kepalanya mencoba menghindar dari ciuman Paidi, tapi gerakan itu justru membuat Paidi mendapatkan akses ke arah telinganya yang seputih pualam. Setelah gagal mencium Alya, perhatian Paidi beralih ke arah lain. Bibir dowernya menyosor ke daun telinga Alya. Lidah supir itu bergerak lincah menjelajahi tiap sudut bagian dalam telinga Alya. Tubuh wanita cantik itu menggelinjang geli ketika merasakan sentuhan lembut lidah Paidi pada telinganya. Lidah Paidi bergerak lincah membuai Alya sementara tangannya bebas bergerak di bawah roknya. Jari - jari nakal milik lelaki kurus itu membelai tiap jengkal paha putih milik istri majikannya.



Paidi tidak berhenti di bibir Alya, lidahnya menjilat pipi dan telinga si cantik itu, masuk ke dalam daun telinganya, memutar dan merasakan tiap sisi kecantikan parasnya. Dada kurus Paidi bisa merasakan kehangatan yang dihadirkan buah dada Alya yang menempel kepadanya, mendorongnya naik turun seiring emosi dan nafsu yang menggelora di badan sang ibu muda. Alya tidak bisa menghindar dari rangsangan hebat yang dilakukan Paidi pada telinga dan pipinya, tubuhnya bergetar dan menggelinjang. Tangan Paidi merenggangkan kedua paha Alya, mengangkat roknya sampai ke lekuk pinggul.



Pria itu memposisikan dirinya di antara kedua kaki sang majikan.



Alya menyadari bahaya yang tengah ia hadapi. Godaan lidah Paidi yang terus menjilati wajah dan telinganya tak berbelaskasihan… sekaligus menggairahkan. Lelaki kurus berkulit gelap itu benar - benar tahu bagaimana caranya membuatnya bergairah! Sangat nakal, sangat… terlarang. Alya memiringkan kepala, membuat telinganya jauh dari jangkauan lidah Paidi, ia menatap pria yang tengah menggumulinya dan hendak memintanya berhenti. Ia menatap mata Paidi… mata yang penuh dengan hasrat dan nafsu.



Nafsu birahi untuk menggauli tubuh indah majikannya.



Batin Alya dipenuhi perasaan yang berkecamuk dan menggelora. Dia bingung, jantungnya berdebar kencang dan nafasnya kembang kempis naik turun. Bukannya menolak laki - laki yang bukan suaminya, Alya malah menggoyang pinggul karena tak tahan godaannya. Ia malu sekali. Ia ingin memaki - maki dirinya sendiri yang tak mampu menahan birahinya, namun ketika mulut Paidi mencium bibirnya, Alya tak mampu melawan sedikitpun. Bibirnya yang indah membuka sedikit untuk menerima serangan nafsu dari sang supir. Ketika lidah Paidi masuk ke dalam mulutnya, lidah Alya menyambut dan keduanya segera bertemu dalam pertempuran nafsu.



Ujung gundul penis Paidi menyentuh bibir vagina Alya, batang kemaluan laki - laki tua itu siap dilesakkan ke dalam liang cinta sang ibu muda yang jelita. Mata indah milik Alya menyala karena kaget. Dengan pandangan bingung, wanita cantik itu menatap mata buas penuh nafsu milik Paidi yang sedang memeluk dan menciuminya.



Paidi menatap mangsanya dengan senyum penuh kemenangan. Dia sangat menyukai saat - saat seperti ini, saat di mana wanita yang hendak ia tiduri menatap tak percaya kepadanya. Mata Alya terbelalak lebar karena tahu penis hitam milik sang supir sudah siap masuk ke dalam liangnya yang mungil. Paidi mendorong pantatnya ke depan dan melepaskan ciuman dari mulut Alya.



“Ja - Jangan! Jangan…!! Kamu tidak boleh…” Alya mencoba melawan.



Paidi menusuk lagi. Akhirnya ia benar - benar menembus gerbang kewanitaan Alya.



“Ahhhhhhhh!!!” jerit Alya tertahan.



Ia lalu berhenti. Paidi kaget sekaligus senang ketika tahu bahwa memiaw Alya ternyata masih cukup sempit dan rapat, batang penisnya yang masuk ke dalam liang kenikmatan Alya seperti dihimpit oleh dinding basah yang rapat dan nyaman, memberikan kehangatan yang lain daripada yang lain. Setelah tidur dengan Hendra dan Pak Bejo, memiaw mungil itu masih tetap seperti milik seorang pengantin baru. Paidi menggerakkan badan ke depan, menusukkan tongkolnya ke memiaw Alya lebih dalam lagi.



Masuknya batang penis Paidi yang menjajah vaginanya sedikit demi sedikit membuat Alya secara refleks membuka kakinya lebar - lebar. Paidi mengangkat pinggul Alya yang seksi dan mengangkatnya tinggi sementara dia melanjutkan niatnya menumbuk sang bidadari. Hampir tiga perempat bagian batangnya sudah masuk ke dalam, melewati bibir vagina Alya yang basah dan merah. Paidi menusuk sekali lagi, menambah kedalaman batangnya.



“Ooooooh… jangan… aku tidak kuat lagi!”



Paidi tertawa penuh kemenangan dan mendorong kemaluannya lagi. Pinggul Alya mulai tersentak - sentak tak teratur di bawah pelukan sang supir, kakinya yang jenjang meronta - ronta. Alya mencoba mendorong tubuh Paidi, ia mencoba memberontak meskipun semuanya sia - sia, Paidi masih tetap bertahan. Justru karena Alya memberontak, batang kemaluan laki - laki kurus itu makin membenam di dalam liang cintanya. Akhirnya si cantik itu menyerah, batang kemaluan sang supir sudah terlalu dalam terbenam dan memiawnya sudah menangkupnya dengan erat, tak akan ada gunanya melawan apalagi mencoba mendorong Paidi. Dia harus rela disetubuhi Paidi.



Kalimat itu membuat gemetar seluruh tubuh Alya. Dia tak mampu berbuat apa - apa lagi! Dia hanya bisa pasrah! Dia akan segera disetubuhi supirnya!



Nafsu birahi yang bercampur dalam benak sang ibu muda membuatnya sangat bergairah. Ada perasaan aneh yang menyapu tubuh Alya, gairah sensasi birahi yang menyelimuti dari ujung kaki hingga ke ujung rambut. Ia mulai terbiasa dengan ukuran kemaluan Paidi. memiawnya yang terus disiksa oleh kenikmatan mulai lengket pada batang penis sang supir, dinding memiaw Alya mulai merenggang dan menyesuaikan dengan ukuran penis yang menginvasi.



Namun… ketika Alya sudah bersiap, tiba - tiba saja Paidi berhenti.



Setelah beberapa detik tanpa ada gerakan, Alya akhirnya sadar Paidi sudah berhenti menusuk. Ketika mata indah ibu muda yang cantik itu melihat ke tubuh yang menguasainya, Paidi rupanya tengah terdiam dan menikmati saat - saat yang sangat diimpikannya, yaitu saat penisnya masuk ke dalam memiaw Alya. Vagina Alya meremas batang penis yang ditusukkan ke dalam, menyebarkan sentakan birahi ke seluruh tubuh Alya. Wanita cantik itu puas sekaligus malu karena bagian dalam tubuhnya seakan membelai batang kemaluan Paidi. Bagaimanapun caranya Alya mencoba untuk mengendalikan tubuhnya sendiri.



Ketika Alya melihat ke atas, ia melihat Paidi menatapnya tajam, merekapun saling bertatapan. Wajah Alya memerah karena malu.



“Su… sudah semua? A… apa sudah masuk semua?” tanya Alya.



Paidi menyeringai. “Belum.”



Pria kurus berkulit gelap itu mengeluskan tangannya di lekuk pinggang Alya, menikmati kehalusan kulit sang bidadari, naik ke atas, lalu menggenggam erat lengan mungil ibu muda itu.



“Belum, ini belum masuk semua,” tambah Paidi. Ia ketawa dan menusuk lagi.



Betapa nikmatnya melihat wajah Alya yang terkejut oleh jangkauan tusukannya. Kali ini Paidi memeluk erat Alya supaya posisi mereka tidak berubah dan ia bisa menusuk lebih dalam. Paidi sangat menyukai cengkraman vagina Alya yang seperti sarung tangan erat menangkup batang kemaluannya. Tusukan penis panjang itu bagai melawan dinding rahim Alya dan menembus terus ke dalam rintangan yang sebelumnya belum pernah ditembus oleh penis lain.



“Ooooooh… Ya Tuhan… oooooh.” Desah Alya.



Paidi melepas satu tangan dan meraih rambut panjang Alya, ia menjambak rambut si cantik itu dan membuat kepalanya tertarik ke belakang. Alya berteriak kesakitan, tapi rasa sakit itu seiring dengan gelombang nikmat sodokan di selangkangannya. Vagina Alya meremas penis Paidi tiap kali benda panjang yang keras itu masuk dan mencoba menjajah ke dalam.



Beberapa sat kemudian, Alya bisa merasakan tamparan kantung kemaluan Paidi yang mengenai pantatnya. Saat itulah Alya sadar, kalau kantung kemaluan Paidi telah menempel di pantatnya, itu artinya batang kemaluan sang supir telah masuk seluruhnya ke dalam memiawnya! Secara insting, Alya mulai menggoyang pantatnya.



Paidi menatap ke bawah, dia menikmati kecantikan alami Alya, dia menikmati halusnya leher jenjang Alya, dia menikmati matanya yang melebar dan nafasnya yang kembang kempis. Mata si cantik itu kabur, Paidi memberi kesempatan pada Alya untuk mengembalikan kesadaran, ketika akhirnya mata indah itu menatapnya tajam, Paidi tersenyum penuh kemenangan pada Alya. Wanita cantik itu membalasnya dengan senyuman lemah.



“Sekarang,” kata Paidi, “saatnya menikmati memiaw Bu Alya.”



Mata Alya terbelalak melebar, dia terkejut oleh situasi dan kata - kata kasar yang dikeluarkan sang supir. Tapi Paidi lebih terkejut lagi ketika dia merasakan kaki jenjang Alya melingkar di pinggangnya.



Paidi tersenyum lagi, kali ini Alya membalasnya dengan gugup.



Lalu Paidi mulai menyetubuhinya.



Alya melenguh dan mengembik penuh nafsu ketika Paidi menarik diri dan kemudian menusuk dengan kekuatan penuh. Berulang kali Paidi mengangkat pinggulnya dan menjatuhkan diri ke dalam selangkangan Alya yang terbuka lebar. Paidi menikmati kelembutan paha dalam Alya yang bagaikan sutra ketika majikannya ini mengikat pinggulnya dan menariknya ke bawah. Majikannya yang seksi takluk akan kenikmatan birahi di bawah pelukannya! Apakah ada yang lebih nikmat daripada ini?



Tentu saja ada, bagi Paidi, kenikmatan puncaknya adalah ketika dia menyemburkan spermanya dan berharap ia bisa menghamili wanita sesempurna Alya. Itu akan jadi hal yang terindah baginya.



Paidi merenggut pundak Alya dan menikmati tiap jengkal kedalaman memiawnya, ia terus mendorong penisnya dan mengobrak - abrik memiaw yang seharusnya hanya menjadi milik suami wanita cantik yang kini meringkuk dalam pelukannya. Bagi Paidi, sesaknya memiaw Alya adalah surga yang menjadi nyata.



Kenikmatan yang terlalu berlebih membuat Alya tak kuat lagi, ia melolong ketika cairan cintanya mengalir. Ratapan yang keluar dari mulut Alya bertolak belakang dengan orgasme yang keluar dalam liang kenikmatannya. Paidi merasakan getaran pada tubuh indah yang kini berada di bawahnya, ia berhenti sebentar, lalu melanjutkan lagi genjotannya.



“Jangan Mas… sudah… sudah cukup… aku sudah keluar… sudah…”



Paidi hanya tertawa dan meneruskan gerakan maju mundurnya.



“Oh Tuhan! Sudahlah, Mas! Sudah cukup… aku tidak kuat lagi… kamu dengar tidak? Aku sudah keluar… aku tidak kuat…”



Paidi tidak mempedulikan rengekan Alya dan meneruskan gerakannya. Alya menggeliat dan meronta, mencoba mendorong tubuh Paidi. Tapi pria kurus itu lebih kencang memegang tubuhnya, ia juga lebih kuat dan lebih bernafsu. Tiba - tiba saja tubuh Alya mengejang, dengan satu lolongan kalah, Alya sampai di puncak kenikmatannya yang kedua. Wanita cantik itu tersentak - sentak dan bergetar akibat sensasi luar biasa yang berasal dari tubuh bagian bawahnya. Si cantik itu tidak percaya, kaget dan terkejut… belum pernah ia mengalami hal seperti ini sebelumnya…



Alya ambruk dalam pelukan Paidi, kalah dan pasrah. Tidak ada gunanya melawan. Paidi meneruskan aksinya menggoyang dan menusuk memiaw Alya sekuat tenaga, memberikan serangan bergelombang di antara selangkangan sang wanita idaman yang mengikat pinggulnya dengan kaki yang jenjang.



Gelombang orgasme membuat Alya lemas, ia tidak lagi melawan dan membiarkan Paidi melakukan apa saja dengan tubuhnya. Paidi adalah seorang pria kuat yang telah mengambil apa yang ia inginkan dan dari apa yang baru saja Alya alami, ia gembira sekali Paidi menginginkannya.



Kehangatan yang lembek terasa di sekitar selangkangan dan pinggang Alya, si cantik itu segera sadar kalau Paidi akhirnya mencapai puncak orgasme. Semprotan pejuh Paidi melesat jauh ke rahim Alya, tubuh wanita cantik itu bergetar seakan menunggu - nunggu bibit unggul yang ditanam oleh pria kurus berkulit hitam yang bukan suami sahnya ini.



Paidi menarik tongkolnya dengan pelan, batangnya yang tebal dan panjang penuh dengan lumuran cairan cinta yang tercampur dari keduanya.



Untuk beberapa saat lamanya kedua tubuh telanjang itu diam tak bergerak di atas sofa. Paidi mengguling ke bawah dengan lemas, ia meninggalkan Alya yang masih diam tak bergerak. Sambil duduk dan menyalakan rokok Paidi melirik ke arah wanita jelita yang baru saja ia tiduri.



“Bagaimana? Ibu suka kan tidur sama saya?”



Alya mendengus keras dan berbalik, ia lebih memilih menatap tembok karena tak ingin melihat wajah puas Paidi yang telah berhasil menidurinya. Seluruh pikiran Alya terbagi menjadi dua bagian, saling bercampur dan bertarung. Alya tidak bisa memilah diri dan memutuskan apakah kenikmatan luar biasa yang telah ia raih sebagai hasil memuncaknya birahi ataukah rasa putus asa yang sangat mendalam yang saat ini sebenarnya ia rasakan. Dia gagal menjadi wanita yang tegar dan mampu berjuang demi diri sendiri. Ia selalu ditekan oleh keperkasaan lelaki bejat seperti Pak Bejo dan kini oleh nafsu binatang supirnya sendiri. Alya telah kalah dan ditundukkan.



Bagaimana mungkin semua ini bisa terjadi? Alya tidak tahu dan dalam hati kecilnya ia mungkin tidak peduli. Dia hanya tahu kalau dia kini sedang berbaring di samping seorang laki - laki yang telah membuatnya terbang ke langit ke tujuh dengan permainan cinta yang fantastis, penuh rasa cinta yang menggebu dan nafsu yang membuncah. Dia tidak peduli kalau laki - laki itu bukanlah suaminya yang kini tergolek lemah tak berdaya di salah satu kamar. Alya juga tidak peduli kalau laki - laki itu bukanlah pemerkosanya yang bejat dan tidak tahu diri. Dia tidak peduli.



“Sebaiknya Bu Alya segera kembali ke kamar sendiri. Bapak mungkin sudah menunggu.”



Alya menatap laki - laki di sampingnya dengan pandangan lemah. Entah kenapa dia lebih ingin menghabiskan malam ini bersama Paidi daripada harus kembali ke kamar dengan Mas Hendra. Tapi itu pemikiran yang salah dan bodoh. Si cantik itu bergegas bangkit dan mengenakan pakaiannya kembali.



Suaminya pasti sudah menunggu! Dengan buru - buru Alya mengenakan BH dan baju, ia mencoba mencari celana dalam tapi tak kunjung menemukannya. Dengan kebingungan Alya mencari kesana kemari, di mana celana dalamnya? Kemana tadi Paidi membuangnya?



“Celana dalamku…? Mana celanaku, Mas? Jangan diam saja! Ayo bantu cari!”



“Seandainya kita hanya bisa bercinta malam ini, biarlah celana dalam Ibu menjadi benda yang bisa saya bawa sampai kelak saya pergi, saya akan menyimpannya sebagai benda paling berharga yang pernah saya miliki.” Kata Paidi dengan tenang, “lebih baik sekarang Ibu kembali ke Pak Hendra.”



Dengan langkah cepat Alya keluar dari kamar Paidi, melewati taman dan masuk ke rumah induk, ia mencari Hendra ke kamar. Nafas Alya yang kembang kempis mengejutkan Hendra yang tengah mengetik dengan laptop. Hendra sudah bangun? Jangan - jangan ia sedang menunggu Alya? Sambil berusaha mengembalikan perasaannya yang kacau balau setelah disetubuhi Paidi, Alya duduk di samping sang suami. Alya berkeringat dingin, semuanya hancur. Dunianya kembali berantakan, bukan oleh ulah Pak Bejo… melainkan oleh ulahnya sendiri… yang tergoda laki - laki lain!



“Kamu baik - baik saja?” tanya Hendra dengan suara dingin. Ia hanya menatap Alya sekilas dan melanjutkan lagi pekerjaannya.



Alya memandang wajah Hendra dari samping dan menyesali perbuatannya. Ia sangat menyesal… ia telah bersalah kepada suaminya, ia telah mengkhianati cinta mereka. Bukannya berusaha meraih kembali hati suaminya yang tengah terpuruk, ia malah jatuh ke pelukan laki - laki lain! Ini lebih buruk daripada diperkosa Pak Bejo. Ini sama saja dengan selingkuh! Sudah pasti, kesalahan ada di pundak Alya.



“Mmmm… aku baik - baik saja.” jawab Alya lirih.



“Kamu kok kebingungan begitu? Apa ada yang kamu pikirkan?”



“A… anu… aku… aku tadi sakit perut… dan… aku dari kamar mandi… dan…”, Alya tidak kuat menanggung ini semua, lagi - lagi dia harus berbohong kepada Mas Hendra. Yang lebih parah, kali ini dia menutupi ulahnya sendiri yang mau - maunya menerima rayuan Paidi dan bukan atas paksaan Pak Bejo. Dia benar - benar telah berubah menjadi seorang wanita gampangan! Ingin menangis rasanya Alya kalau ingat apa yang baru saja terjadi.



“Kamu sakit perut?”



“Mmm… sudah baikan… aku tidak apa - apa.”



“Tidur saja kalau sakit.”



“Iya mas…”



Tidak ada percakapan lagi di antara mereka. Hendra meneruskan pekerjaannya tanpa mempedulikan kehadiran Alya. Dengan tubuh yang masih gemetar ketakutan Alya berbaring di ranjang dan mencoba memejamkan mata. Pengkhianatannya dan tanggapan dingin Hendra membuat tubuhnya menggigil.



Tanpa sepengetahuan Hendra, setetes air mata mengalir di pipi Alya, sementara setetes air mani yang tersisa mengalir di pahanya.



###



Pojok pos ronda di gang keempat sebelah selatan rumah Pak Bejo sering digunakan sebagai tempat berkumpulnya para preman kampung. Tempat ini sebetulnya sudah tidak pernah dipakai lagi karena warga kampung lebih memilih menggunakan pos ronda yang ada di dekat perumahan, yang pernah dipakai Pak Bejo menggauli Alya. Apalagi karena para preman sering sekali menggunakan pos ronda ini sebagai markas mereka kalau sedang bermain judi atau mabuk - mabukan, maka tempat ini makin ditinggalkan dan dilupakan. Lokasinya juga agak jauh dari rumah lain dan menempel di belakang gedung sekolah bertembok tinggi, berbatasan dengan sebuah gang kecil yang langsung menuju ke jalan besar. Jarang ada yang berani melewati gang kecil ini, karena kalau ada yang lewat, para preman langsung beraksi meminta retribusi. Karenanya, warga kampung lebih memilih memutar lewat perumahan daripada harus melewati gang kecil ini. Tidak ada lagi orang menyebut tempat ini Pos Ronda, mereka kini menyebutnya Pos Preman.



Di tempat inilah Pak Bejo biasa menghabiskan waktunya.



Namun hari itu lain, hanya ada tiga orang saja yang berada di pos preman itu, Badu, Jabrik dan Kribo, ketiganya anak buah Pak Bejo. Botol minuman keras berserakan, asap rokok mengepul tinggi, pemandangan yang biasa bagi warga kampung, walau sesungguhnya bukanlah pemandangan yang sehat. Ketiga anak buah Pak Bejo itu sedang asyik dengan kegiatan masing - masing sambil tertawa - tawa. Entah apa ada yang lucu ataukah syaraf mereka sudah terpengaruh minuman keras.



Jabrik dan Badu sedang bermain kartu sambil melempar - lempar uang ribuan, sementara Kribo sibuk menikmati gambar artis - artis berdada sentosa yang ada di dalam majalah khusus pria dewasa yang tadinya ia rampas dari tas seorang anak SMA. Dari ketiganya, Kribo adalah yang paling ditakuti, tubuhnya besar dan wajahnya sangar. Bisa dianggap kalau dia ini tangan kanan Pak Bejo. Perhatian Kribo yang sedang membuka - buka majalah terusik ketika dia melihat ada satu sosok masuk ke gang mereka.



“Sst… duit! Duit!” bisik Kribo pada Badu dan Jabrik.



Kedua orang yang tadinya asyik dengan kartu mereka bangun dan memasang wajah sangar.



“Siapa yang lewat?” bisik Badu.



“Bukan orang kampung.” Jawab Jabrik. “Gak kenal.”



“Abisin aja.” Kata Kribo sambil kembali menatapi kemolekan artis yang pernah tampil di iklan sabun mandi berpose menantang di dalam majalah. Kalau hanya urusan kompas - mengompas mending dia berikan saja kepada dua temannya itu, dia malas berurusan dengan hal - hal sepele.



Badu dan Jabrik tertawa - tawa lagi karena mereka akan kembali menuai uang. Anehnya, sosok yang baru saja datang itu bukannya menjauh saat melihat mereka, dia malah mendekat bahkan berjalan dengan langkah yang sangat cepat menuju mereka. Aneh sekali!



Bruk!!!



Tiba - tiba saja orang itu menendang Badu!



Tubuh Badu yang tak siap terlempar jauh menubruk tembok. Nasib yang sama menimpa Jabrik yang juga terkejut melihat temannya terlempar.



Brak!!!



Jabrik terlempar terkena tendangan dan jatuh tepat di samping Badu. Kedua orang itu meringis kesakitan. Melihat kedua temannya terkapar, Kribo dengan kesal melempar majalah yang ia baca dan mencabut pisau lipat dari saku di celananya. Dia berjalan pelan ke arah Badu dan Jabrik, lalu membantu mereka berdiri. Tiga lawan satu, kelihatannya tidak seimbang tapi kedua kawannya sudah jatuh, orang ini harus diwaspadai. Kribo meludah dan menatap orang itu dengan pandangan seram. Badu dan Jabrik yang melihat Kribo sudah memegang pisau ikut - ikutan menyiapkan pisau lipat mereka.



“Siapa kamu!? Kurang ajar! Berani - beraninya menantang kami! Jangan sok jago! Tadi kami belum siap! Ayo maju!” teriak Badu, walaupun menantang, ia sebenarnya gentar juga, dengan tangan gemetar ia mengacung - acungkan pisau yang ia pegang ke arah orang yang tiba - tiba saja datang.



“Banci! Beraninya pakai senjata!” ejek orang itu sambil mencibir.



Badu menggerutu geram ketika orang tak dikenal itu maju tanpa mempedulikan pisau yang ia pegang. Badu tidak takut, toh dia tidak sendirian. Kedua kawannya yang lain juga sudah siap menyerang lelaki asing itu. Ketika komando Badu diteriakkan, mereka bertiga menyerang membabi buta. Tapi dengan mudah dan sigap ia menghindari semua serangan mereka. Orang itu sebenarnya tidak besar dan kekar, bahkan kurus dan sangat hitam, wajahnya juga terlihat tua dengan keriput yang tidak bisa disembunyikan. Tapi orang ini sangat liat dan lincah, gerakannya cepat dan efektif, semua diperhitungkan masak - masak, sepertinya dia sudah sering melakukan pertarungan jalanan semacam ini.



Ketika serangan mereka dengan mudah dapat dihindari, Badu, Jabrik dan Kribo merubah strategi dan mengepung sang lawan yang tidak bersenjata. Kali ini mereka mengunci posisinya dari semua sisi.



Kribo berteriak kencang sambil menyergap maju, ia menusuk - nusukkan pisaunya ke kepala sang lawan. Orang yang ia serang berputar cepat menggunakan tumit kanan dan melambaikan tangannya dengan keras - memukul tangkai pisau yang dipegang Kribo. Kaget karena tiba - tiba saja kehilangan senjata, Kribo lengah. Dengan cepat sang lawan menggunakan lengan bawahnya untuk mendesak leher Kribo dan menjatuhkannya ke bawah. Kribo terbanting dengan keras dan berteriak kesakitan. Kribo masih belum mau kalah, ia mencoba menyepak lawannya menggunakan kakinya yang bebas. Namun orang itu bukan orang biasa, ia melompat dan menubruk tubuh Kribo dengan sangat keras. Satu pukulan di rahang dan satu sodokan sikut di perut Kribo membuat pria berambut afro itu berteriak kesakitan. Kribo tak mampu bergerak lagi.



Melihat Kribo gagal merubuhkan sang lawan, bahkan berhasil dibekuk dengan sangat mudah, membuat Badu dan Jabrik saling berpandangan dengan bingung. Dari mereka bertiga, Kribo adalah yang paling kuat, ulet dan susah dilawan. Kalau Kribo saja jatuh, apalagi mereka berdua! Keduanya berteriak kencang dan lari ketakutan. Mereka lari terbirit - birit seperti baru saja melihat hantu.



Lawan mereka, tentu saja bukan hantu.



Orang yang mereka hadapi adalah Paidi. Dulu narapidana, lalu penjual bakso, sekarang supir.



Pria tua kurus itu geleng - geleng melihat sifat pengecut Badu dan Jabrik yang meninggalkan Kribo seorang diri. Ia melirik ke bawah dan melihat Kribo meringis kesakitan, ia mengembik minta ampun. Kribo tak bisa melarikan diri karena tubuhnya tak bisa digerakkan. Perutnya mulas karena sodokan sikut dan rahangnya seperti mau copot.



Paidi mendengus, ia mencengkeram kaos Kribo dan mengangkatnya ke atas.



“Dengar aku baik - baik dan jangan sampai lupa menyampaikan pesanku ini, bocah ingusan,” gertak Paidi. Ia menjelaskan tiap kata dengan mendorong tubuh sang preman ke pagar besi yang tumpul, pasti sakit sekali rasanya. “Aku akan melepaskanmu, dengan syarat kau mau menyampaikan pesan kepada Bejo Suharso. Mengerti? Mengerti tidak? Bagus! Bilang sama dia kalau Paidi tidak takut menghadapi berapapun anak buah yang dia punya, karena aku juga punya anak buah. Teman - temanku yang sudah lepas dari penjara akan senang sekali kalau mereka punya ‘kantung pasir’ yang bisa dipukuli untuk melepas penat selama dipenjara. Dia hanya preman kampung yang sok aksi. Bilang sama dia kalau dia sampai berani mendekati keluarga Hendra lagi aku tidak akan segan menghajarnya. Mengerti?”



“I - iya, bang… ngerti… nanti saya sampaikan… ke… uhhh… ke Pak Bejo.”



Paidi melempar tubuh Kribo ke tong sampah yang langsung terguling berantakan. Ia meninggalkan tubuh Kribo dan mengelap tangannya ke kaos yang ia kenakan.



Dengan langkah yakin Paidi meninggalkan Kribo yang sudah tak berdaya.



###



Hari ini, lagi - lagi Hendra memilih untuk berangkat ke kantor dengan diantar oleh Paidi. Dia menolak diantar Alya ataupun mengerjakan pekerjaannya di rumah, padahal pihak kantor sudah memberikan kompensasi pada Hendra agar dia mengerjakan saja tugas - tugasnya di rumah. Jurang antara pasangan suami istri serasi ini memang makin melebar. Hendra sudah berubah, ia bukan lagi sosok yang tenang dan mencintai istrinya, bahkan ada kesan kalau Hendra benci sekali pada Alya. Entah apa sebabnya.



Sore itu, Alya yang sedih pulang ke rumah dengan kelelahan. Tadi Mas Hendra sudah SMS kalau dia akan pulang besok, malam ini Mas Hendra ingin berkunjung ke tempat saudara dan menginap di sana, pulang kerja langsung dijemput oleh Anissa dan Dodit yang baru saja berangkat. Setelah memandikan, makan dan menidurkan Opi, Alya bersantai - santai di ruang tengah.



Waktu sudah menunjukkan pukul sembilan malam ketika Alya menyaksikan sinetron di televisi dengan pikiran yang menggelayut. Entah sinetron apa yang sedang diputar di televisi itu, Alya sama sekali tidak memikirkannya, ia hanya sedang pusing memikirkan semua masalah yang menimpanya. Bukannya berkurang malah bertambah semakin ruwet. Tapi mungkin itu juga gara - gara dia sendiri yang lengah.



Alya menggelengkan kepala, dalam benaknya kini berulang - ulang adegan permainan cintanya dengan Paidi yang tak bisa hilang. Ia tahu ia hanya bisa sekali itu saja bermain cinta dengan Paidi dan memang sudah menjadi niat Alya untuk tidak mengulanginya lagi. Besok, Alya memutuskan untuk memecat Paidi, ia tidak ingin mengulangi kesalahannya menjadi budak Pak Bejo yang bejat itu. Hanya sekali itu saja ia mau melayani Paidi… ya, hanya sekali itu saja ia… mmm… tapi… kenapa rasanya ia rindu sekali pada pelukan laki - laki tua itu? Kenapa… tidak! Tidak boleh! Ia tidak mau!



Benak Alya yang kacau memang diakibatkan oleh retaknya hubungannya dengan Hendra dan perubahan mental akibat berulangkali ditiduri Pak Bejo, gairah seksual Alya menjadi meledak - ledak, ia membutuhkan permainan cinta yang tidak pernah lagi disediakan oleh Hendra. Paidi yang tiba - tiba saja hadir dalam kehidupannya adalah sosok yang sama sekali berbeda dengan Pak Bejo. Paidi mungkin tidak setampan Hendra, tubuhnya cenderung kurus dengan wajah jelek yang keriput dan kulit yang gelap terbakar matahari. Tapi anehnya… ada sesuatu yang lain dalam diri Paidi yang membuat Alya merinding jika berdekatan dengannya. Mungkin akibat terlalu sering berkencan dengan Pak Bejo membuat pandangan Alya terhadap seorang laki - laki bergeser. Ia tidak lagi menganggap ketampanan adalah segalanya.



Alya menggelengkan kepala, ia sudah melamun terlalu jauh.



“Kesepian ya, sayang?”



Alya terkejut mendengar suara jelek itu. Suara Pak Bejo!! Alya segera membalikkan tubuh dengan cepat, benar! Pak Bejo ada dibelakangnya! Kurang ajar! Kapan dia masuk? Bagaimana dia bisa masuk? Oh iya, dia masih memegang duplikat kunci rumah!



“Sejak kapan Pak Bejo ada di dalam rumah?” desis Alya geram. “Keluar! Bapak tidak diundang masuk ke rumah ini!”



“Ha ha ha, sejak kapan aku butuh undangan untuk menikmati memiaw kamu yang manis itu, sayang?” tawa Pak Bejo sambil mengelap air liurnya yang menetes. Ia benar - benar sudah rindu pada tubuh molek Alya. Ibu muda cantik itu memiliki tubuh yang sangat menggiurkan dan membuatnya kangen. Seperti seorang perantau yang ingin selalu kembali pulang ke rumah, sekali merasakan kehangatan tubuh sang bidadari, dia ingin selalu menikmatinya. “Tahu rasa kamu sekarang! Sendirian saja di rumah tanpa Mas Hendramu yang cacat dan supirmu yang sok jago itu!”



Tanpa menunggu aba - aba dari siapapun, Alya bergerak cepat dan segera berlari menuju kamar. Kalau ia sudah sampai di kamar, dia akan mengunci pintu sehingga Pak Bejo tidak bisa masuk.



Sayang, laki - laki tua gemuk itu lebih cepat.



Dengan gerakan tak terduga yang lincah Pak Bejo menubruk Alya. Tidak menunggu lama, pria tua itu dengan paksa mencoba membuka baju sang ibu muda. Alya mencoba berteriak, namun mulutnya lalu dibekap oleh Pak Bejo, ia bahkan tidak bisa meronta karena eratnya pelukan sang preman kampung. Nasibnya kini ada di tangan Pak Bejo! Lagi - lagi dia akan diperkosa!



Pak Bejo mendengus - dengus seperti babi, nafsunya sudah memuncak hingga ke ujung ubun - ubun. Dia sudah tidak tahan, sekali dia bisa memasukkan penisnya ke memiaw Alya, dia akan memuntahkan semua pejuhnya di dalam perut ibu muda yang cantik itu! Dia akan hamili istri Hendra yang molek itu! Kalau sudah hamil, Alya pasti akan selalu merindukan ayah anaknya!



Alya yang tak berdaya meringkuk dalam pelukan Pak Bejo. Air matanya kembali mengalir walaupun mulutnya kini terkatup rapat. Ia tetap tidak mau membuka mulut saat Pak Bejo menyorongkan bibirnya untuk mencium bibir mungil Alya.



Pak Bejo yang sudah tak tahan melucuti bajunya sendiri, ia melepaskan celana dan membuka kancing bajunya, ia ingin segera menelanjangi Alya ketika tiba - tiba… terdengar suara dari jarak yang tidak begitu jauh.



“Lepaskan Bu Alya! Bajingan tengik!”



Suara itu lagi! Sial banget! Itu suara Paidi! Pak Bejo menoleh dan mendesis kesal. “Kurang ajar!! Lagi - lagi kamu! Lonthe ini milikku! Dasar Anj…”



Plaaaaaaaaakkkk!!!



Belum sampai Pak Bejo menyelesaikan kata - kata yang ia ucapkan, Paidi sudah menamparnya dengan sangat keras. Begitu kerasnya hingga tubuh Pak Bejo terlempar dari atas tubuh Alya. Si cantik itu meringkuk ketakutan, dia lega sekali melihat kedatangan Paidi.



“Sudah saya bilang, lepaskan! Jangan salahkan saya kalau saya jadi gelap mata! Saya minta dengan sangat untuk yang terakhir kalinya, tolong hormati majikan saya! Jangan berani - berani mendekatinya lagi! Selama ada saya disisinya, tidak akan saya biarkan siapapun juga menyakitinya! Mengerti!? Saya harap Pak Bejo sadar kalau Pak Bejo sudah tidak dibutuhkan lagi oleh keluarga ini! Pergi jauh - jauh dan jangan pernah kembali lagi!!” bentak Paidi dengan galak.



Melihat ketangguhan dan kekerasan hati Paidi, Pak Bejo mau tak mau gentar juga melihatnya. Ia sudah mendengar berita Kribo yang dihajar oleh lelaki ini tempo hari. Dengan langkah gemetar, preman tua itu meninggalkan Alya dan Paidi.



“Kau… kau… bajingan! Tunggu pembalasanku! Tunggu saja!” Pak Bejo memegangi pipinya yang memerah karena kerasnya tamparan Paidi. Pria gemuk itu langsung berlari tunggang langgang tanpa mempedulikan pakaiannya yang masih belum dikenakannya dengan benar.



Paidi mendengus. Orang seperti Pak Bejo kadang memang tidak boleh diberi hati. Dia harus diberi pelajaran supaya tidak memperlakukan orang lain dengan semena - mena. Dasar preman kampung tidak tahu diri! Belum cukup rupanya dia menghajar anak buahnya tempo hari. Paidi menengok ke belakang dan melihat ke arah Alya yang duduk bersimpuh dengan lemas. Pakaiannya terkoyak dan matanya berkaca - kaca. Dia memandang ke arah Paidi dengan pandangan yang tak bisa dijelaskan dengan kata - kata.



Dengan lembut Paidi berjongkok di depan Alya, dia merapikan rambut dan baju Alya. “Orang itu sudah pergi, Bu. Semua akan baik - baik saja mulai sekarang. Saya akan melindungi ibu.”



“Sudah pergi…?”



“Iya. Pak Bejo sudah pergi, semua pasti baik - baik saja. Ibu tidak apa - apa kan?”



Alya menggeleng. Dia masih belum bisa mempercayai kejadian yang baru saja ia alami.



“Bagus kalau begitu. Mari saya bantu berdiri.” Kata Paidi sambil mencoba mengangkat lengan Alya.



Tapi Alya tak bergeming, ia memandang ke arah Paidi dengan pandangan yang sayu dan lemah. Matanya yang berkaca - kaca kini mulai meneteskan air mata. Wanita cantik itu akhirnya tak kuat lagi, ia menangis dan berteriak keras dalam pelukan Paidi.



Dengan lembut Paidi mengelus - elus punggung dan rambut majikannya yang sangat indah. “Jangan khawatir, Bu. Mulai sekarang saya akan selalu melindungi Ibu. Orang itu tidak akan saya ijinkan mendekati Ibu lagi. Saya tidak akan membiarkan orang itu menganggu wanita yang saya cintai.”



Tadinya Alya terus saja menangis, menumpahkan semua kekesalan dan penat yang ia rasakan dalam pelukan supirnya. Namun ia tersentak ketika mendengar kata - kata cinta keluar dari mulut Paidi. Alya mundur dari pelukan Paidi, ia menghapus air mata yang leleh di pipi. Keduanya terdiam beberapa saat lamanya, saling memandang dan mendalami perasaan masing - masing.



“Ka… kamu… apa yang kamu…?” tanya Alya dengan terbata - bata.



“Saya mencintai Bu Alya.” Jawab Paidi dengan bersungguh - sungguh.



“Be… benarkah?”



Paidi mengangguk, sudah kepalang basah, ia tidak akan mundur lagi. Ia benar - benar telah mencintai Alya. Tidak masalah kalau ia ditolak dan harus mengundurkan diri menjadi supir keluarga karena toh Alya telah berkeluarga, yang penting, ia telah melindungi wanita yang ia cintai dan membuktikan cintanya tidak hanya sekedar keinginan yang berlandaskan nafsu semata.



Alya masih terus menatap mata Paidi dengan pandangan berlinang. Lalu… dengan kekuatan yang entah datang dari mana, Alya menyorongkan kepala ke atas, menarik kepala Paidi ke bawah, dan mencium bibirnya dengan lembut.



Paidi kaget sekali melihat reaksi Alya ini, ia tidak mengira majikannya itu akan menciumnya. Namun Alya adalah wanita yang sangat diidam - idamkannya. Mendapat ciuman dari Alya bagaikan mendapat anugerah yang tak ternilai harganya. Paidi membalas ciuman Alya dengan sapuan lembut di bibir. Mereka saling melumat dan memberikan nafas, menyapu bibir dan lidah dengan kelembutan. Setelah lama tak merasakannya, baru kali inilah Paidi sadar, ia telah memperoleh apa yang telah ia damba selepas kehidupan kelamnya, ia telah memperoleh cinta.



Setelah cukup lama mereka berciuman lembut, Alya akhirnya melepas bibir Paidi.



Paidi terdiam tak mampu bicara, bibirnya bergetar karena merasakan keindahan yang telah lama ia idam - idamkan.



“Mas…”



“I… Iya, Bu?”



“Maukah kamu tidur lagi denganku?”



Pandangan mata Paidi terbelalak kaget.



###



Ketika masuk ke kamar Paidi, Alya baru sadar kalau ternyata kamar supirnya itu sangat bersih dan rapi. Ia tidak sempat memperhatikan ketika masuk ke tempat ini tempo hari. Barang - barangnya disusun di pojok, tempat tidurnya juga sangat bersih, sepreinya harum seperti baru dicuci. Kamar yang sebelumnya dijadikan gudang itu juga sangat wangi. Alya jadi semakin kagum dengan pria yang telah menyelamatkannya dari cengkraman Pak Bejo ini. Walaupun punya masa lalu yang bisa dibilang tidak menyenangkan, Paidi adalah pria yang mengagumkan. Paidi memang telah menceritakan masa lalunya yang kelam, menjadi seorang penghuni bui karena kesalahannya yang fatal. Kini Paidi ingin memperbaiki kesalahannya itu.



Bagaikan pengantin yang baru saja menikah, tanpa diminta Paidi mengangkat tubuh Alya dan meletakkan tubuh indahnya dengan lembut di atas ranjang. Walaupun awalnya kaget, namun Alya menuruti saja kemauan lelaki tua perkasa itu. Kain seprei yang bersih dan harum membuat Alya tidak merasa jijik, ia bahkan sangat kagum dengan kerajinan dan kebersihan Paidi, sungguh sangat jarang laki - laki seperti ini. Paidi duduk di samping Alya yang terbaring. Dengan berani istri Hendra itu menyentuh pundak laki - laki kurus dan tua yang rebah disampingnya. Ia menyentuh pundak Paidi tanpa melepaskan pandangan dari mata pria yang pernah berjualan bakso itu. Tangan lembut Alya meraih bagian belakang kepala Paidi dan menariknya ke bawah, lalu bibir seksi si cantik itu mengecup bibir sang supir.



Ciuman lembut Alya yang tulus mengoles bibirnya bagaikan obat untuk semua lelah, gelisah dan keluh kesah yang pernah Paidi keluarkan seumur hidupnya. Olesan lembut bibir mungil majikannya itu juga membuat tubuh Paidi bagaikan disentak aliran listrik berjuta volt, seandainya dia adalah sebuah baterai hidup, Paidi sudah langsung tercharge dengan energi hingga penuh. Bibir mereka berdua saling mengelus, saling menimang, beruntai, berjalin, menikmati sentuhan pelan dan nikmat yang tak bisa diungkap dengan kata.



“Mmmhh…” desah Alya manja. Ia memejamkan mata dan membiarkan bibir Paidi menari di atas bibirnya yang lembut, membiarkan bibir tebal dan keras sang sopir menyelimuti bibirnya yang ranum. Olesan bibir Paidi tidak seperti bibir Hendra yang lembut atau bibir Pak Bejo yang kasar dan menuntut.



Lama pagutan bibir mereka tak saling lepas, Paidi mulai mengeluarkan lidahnya yang bagai ular. Lidah Paidi membuat Alya makin tak berkutik dan tenggelam sepenuhnya dalam pelukan sang sopir.



“Mas?” tanya Alya ketika bibir mereka lepas sejenak.



“Hmm?”



Alya tak buru - buru menjawab karena kembali menikmati lidah dan bibir Paidi.



“Aku… mhh… mmhh… mau… tanya…”



“Hmm?”



Kembali bibir Paidi menggelayut di bibir sang kekasih namun kali ini Alya menolaknya.



“Iiihhh… Mas nakal! Aku kan mau tanya sesuatu yang penting, jangan digangguin dulu!”



“Habis bibir kamu menggemaskan, mungil dan mengundang, aku jadi tidak tahan.” Kata Paidi sambil tersenyum. “Baiklah, kamu mau tanya apa, sayang?”



“Bagian mana dari tubuhku yang paling Mas Paidi suka? Akan langsung aku berikan sekarang juga.” Kata Alya sambil menggigit bibir bawahnya dengan genit.



“Aku suka semuanya.”



“Ah, jawaban gombal.”



“Kalau begitu… aku suka dari ujung kaki sampai ujung rambut.”



“Hi hi hi, aku nggak percaya. Mana ada yang suka ujung kaki aku.”



“Aku suka.”



“Bohong.”



“Eh, gak percaya? Baik aku buktiin!”



Paidi membalik badannya dengan cepat tanpa mempedulikan protes Alya yang tertawa.



“Aku kan cuma becanda, Mas!”



Paidi membuktikan kesungguhannya dengan menciumi jempol dan jemari kaki Alya. Si cantik beranak satu itu adalah wanita yang amat memperhatikan kebersihan, sehingga Paidi tidak sedikitpun merasa jijik karena kaki Alya sangat mulus dan bersih. Mirip kaki seorang bayi yang lembut dan suci. Paidi mencium dan menjilat - jilat kaki sang kekasih dengan sepenuh hati. Alya bergetar karena rangsangan Paidi ini.



“A… aku percaya, Mas… aku percaya…”



Sambil tersenyum puas Paidi mengelus lembut betis sang bidadari. Tentu saja pria tua itu tidak berhenti sampai di situ saja. Ia mengeluskan tangannya dari bawah ke atas, naik ke arah paha mulus Alya. Kaki Alya yang jenjang membuat Paidi terkagum - kagum, begitu mulus, indah dan putih, sangat sedap dipandang. Alya memiliki karunia yang sangat lengkap dari ujung rambut sampai ke ujung kaki, semua indah dan sempurna.



Tapi bidadari itu kini tengah dilanda nafsu birahi yang meledak - ledak, ia tidak mau tangan Paidi hanya mengelus - elus betis dan pahanya saja, ia ingin lebih. Sambil berbaring di ranjang, Alya memberanikan diri mengelus batang kemaluan Paidi yang masih tersembunyi di balik celana. Tangannya yang lembut bergerak naik turun dengan perlahan, membuat sekujur tubuh Paidi merinding keenakan. Siapa yang tidak mau penisnya dikocok wanita semolek Alya? Hanya dengan melihat pandangan mata Alya yang berbinar, Paidi tahu kalau Alya merindukan permainan cinta yang sebenarnya, bukan perkosaan brutal ala Pak Bejo, atau hubungan dingin tanpa perasaan seperti yang ditunjukkan Hendra. Paidi akan membuat si cantik ini menikmati seks yang indah bersamanya.



Perlahan Paidi menurunkan celana berikut celana dalamnya. Batang kemaluannya menegak kencang di hadapan wajah cantik Alya.



“Mas… aku ingin… mmm… boleh aku…?” tanya Alya malu - malu. “Mmm… bolehkah?”



Alya tidak melanjutkan kata - katanya saat ia melihat Paidi mengernyit keenakan. Elusan lembut jemari Alya pada batang kemaluan Paidi membuat mantan penjual bakso itu bergetar dan menggelinjang tak kuasa menahan nafsu. Hal itu membuat Alya tersenyum tertahan, seperkasa apapun Paidi, ia ternyata tidak tahan dengan jari - jarinya yang lembut.



Sembari menikmati elusan lembut jemari Alya pada penisnya, Paidi melucuti pakaian yang ia kenakan. Ia ingin bersentuhan langsung dengan kulit mulus Alya, tanpa terhalang baju mereka. Seakan mengerti kemauan Paidi, Alya mengikuti dengan melucuti pakaiannya sendiri. Ia berhenti sebentar mengelus penis Paidi untuk membuka baju. Pria tua itu mengerang kecewa ketika Alya berhenti menyentuh kemaluannya, namun karena ia mendapati Alya sudah tak berbusana ketika ia membuka mata, Paidi tak mengeluh sedikitpun.



Paidi berdecak kagum ketika kembali bisa menikmati keutuhan tubuh molek Alya. Benar - benar seorang bidadari yang turun dari langit, sempurna tiada duanya. Bila dibandingkan dengan bintang sinetron, mungkin Alya lebih cantik dan seksi, kini bayangkan jika tubuh sesempurna itu dipersembahkan untuk pria seperti Paidi! Pandangan matanya tak ingin lepas dari kesempurnaan Alya, wajah cantik lembut dengan rambut yang terurai indah, kulit mulus seputih susu yang memancarkan keharuman mewangi, payudara sempurna yang sintal dan menggairahkan, pinggang ramping, pantat bulat, semua - untuk Paidi.



Alya diam saja tanpa mempedulikan kekaguman Paidi kepadanya dan meneruskan ‘pekerjaannya’ memainkan kemaluan Paidi.



Paidi buru - buru sadar dari rasa kagum yang membuatnya terbengong - bengong dan segera kembali ke posisi semula, ia berbaring dan membiarkan wajah Alya tepat berada di depan penisnya sementara ia sendiri berhadapan langsung dengan kaki sang bidadari. Saat itulah pria tua yang perkasa itu menurunkan wajahnya hingga ke kaki sang bidadari. Alya meringis keenakan saat Paidi beraksi, tanpa malu - malu pria tua yang pernah berjualan bakso itu menjilati dan menciumi ujung - ujung jemari kaki Alya. Paidi melakukan aksinya dengan sangat pintar dan membuat Alya menggelinjang, ibu muda satu anak yang statusnya adalah istri orang itupun tak kuasa menahan desahan demi desahan yang terus menerus keluar dari bibir mungilnya.



“Auhhhhhmmm, Masss… geli mass… jangan… aaaaahhhh…” tangan Alya tak beranjak dari batang kemaluan Paidi, terus meremas dan mengocok penisnya yang besar dan hitam sementara sang supir mencumbu dan mengulum jari - jari kaki dan betisnya. Melihat Alya keenakan, Paidi menarik kaki wanita cantik yang mulus dan jenjang itu ke bawah. Jengkal demi jengkal sisi - sisi kaki Alya dicumbui dengan buas oleh Paidi, si cantik itu makin tak tahan dibuatnya, kakinya bergerak tak menentu arah, menyepak kesana kemari. Paidi tersenyum, dengan tangannya yang berotot dipegangnya kaki Alya erat - erat, lalu dijilatinya seluruh bagian kaki Alya yang sangat putih dan indah itu.



“Aaaahh, Massss… ouuuhhh, jahaaaat… geli ahhhh!!”



Paidi melanjutkan ciuman dan jilatannya tanpa memperdulikan desahan manja sang ibu muda. Alya memejamkan mata menahan nafsunya yang menggelegak hebat karena foreplay yang dilakukan oleh Paidi. Semua perasaan jijik yang selama ini dipelihara karena tidur dengan laki - laki yang tidak ia sukai ia lepaskan dengan bebas bersama Paidi. Laki - laki ini memang bukan Hendra, tapi paling tidak ia bukan Pak Bejo. Alya melenguh dan mengembik tanpa malu, membiarkan suaranya lepas menyebar ke seluruh penjuru rumah. Seluruh penat dan stress karena masalah Pak Bejo dan Hendra membuat Alya menyerahkan seluruh tubuhnya pada Paidi.



Paidi kini tak hanya menggunakan lidah dan mulutnya saja, tangannya bergerak menyentuh paha Alya dan mengelus - elusnya lembut. Tak pernah ia membayangkan sebelumnya kalau ia mampu melakukan hal ini selepas keluar dari penjara, yaitu mengelus - elus paha mulus seorang wanita cantik dan terhormat seperti Alya.



Istri Hendra itu masih memejamkan mata, ia membiarkan saja tangan Paidi bergerak nakal menyusuri pahanya yang putih mulus sampai ke pangkal paha. Setelah bagian bawah kaki Alya yang jenjang basah oleh ciuman dan jilatan bibir dan lidah Paidi, kini giliran paha mulus Alya yang diserang.



Ibu muda satu anak itu membuka pahanya lebar - lebar memperlihatkan keindahan bibir kemaluannya yang merekah merah muda, kuncupnya yang mungil mempesona Paidi. Ia kagum Alya masih memiliki bentuk vagina yang indah padahal sudah memberikan keperawanan pada Hendra, melahirkan Opi dan tidur berkali - kali dengan Pak Bejo.



Jari jemari Paidi bergerak lincah menyusuri daerah sekitar kemaluan Alya tanpa sekalipun menyentuh bibir vaginanya. Tubuh Alya menggelinjang karena menahan nafsu yang kian lama kian tak tertahankan. Sekali - sekali Paidi menyentuhkan jarinya ke bibir kemaluan Alya seakan tak disengaja.



“Ahhhh!! Ahhh!!” desah Alya manja, tubuhnya bergetar hebat tiap kali Paidi memancingnya. Tak tahan oleh perlakuan sang supir, Alya melenguh panjang, kepalanya bergerak makin tak terkendali ke kanan kiri sementara matanya masih terus terpejam. Melihat gerakan erotis dan lenguhan manja sang majikan, Paidi makin berani. Dengan nekat pria kurus berkulit gelap itu mendorong kepalanya masuk ke pangkal paha Alya.



“Aaaaaaaaaaahhhh!!!” Alya kembali mengeluarkan desahan panjang.



Paidi terus melaksanakan niatnya menguasai daerah kemaluan Alya dengan bibir dan lidahnya. Hisapan, ciuman dan jilatan silih berganti menyerang sang ibu muda. Belum sampai kemaluan Paidi masuk, liang cinta Alya sudah mulai basah. Bahkan Paidi bisa melihat tetesan air cinta mengalir tipis dari bibir mungil kemaluan sang kekasih. Alya mengangkat pantatnya, meminta bibir Paidi terus mengelus bibir vaginanya. Dengan lembut Paidi menyusuri rambut kemaluan Alya yang lembut. Paidi paling suka dengan wanita seperti Alya, dia merawat rambut kemaluannya dengan mencukurnya rajin, baunya juga sangat wangi dengan aroma khas. Paidi sengaja menggoda Alya dengan menghembuskan nafas ke liang memiawnya tanpa menyentuh. Alya tak tahan lagi, dia sodorkan bibir kewanitaannya ke mulut Paidi.



Dengan kedua jarinya, Paidi membuka sedikit mulut kemaluan Alya. Iapun segera mencari titik kelemahan sang ibu muda - klitorisnya. Ketika tonjolan kecil yang mematikan itu berhasil ditemukan, Paidi memperlancar aksinya menaklukkan Alya. Jilatan, hisapan dan sedotannya membuat tubuh Alya melonjak - lonjak bagai kuda liar yang sangat binal. Paidi bahkan harus memegang erat tubuh Alya agar tak terlonjak jatuh dari ranjang. Paidi melumat lembut kelentit sang wanita cantik yang ada dalam pelukannya, ciumannya lalu beralih ke sisi luar bibir vagina dan akhirnya ke bawah, masuk ke dalam liang cintanya. Sekali lagi Alya melonjak ke atas dan mendesis dengan keras, wajahnya yang cantik terlihat histeris namun ia berusaha keras menahan teriakannya.



“Mas! Sudah, Mas! Aku tidak kuat lagi! Masukkan! Ayo! Masukkan…”



Paidi tidak begitu saja menuruti permintaan Alya. Ia mainkan dulu lidahnya di bibir memiaw Alya. Gerakan kaki sang bidadari makin tak tertahan, ia menendang kesana kemari tanpa sasaran. Kepalanya berpaling ke kanan dan kiri dengan mata terpejam dan keringat yang terus bercucuran. Alya mengambil bantal dan menggigit ujungnya untuk menahan kenikmatan yang terus ia rasakan. Ketika Paidi menyedot cairan cinta yang menetes keluar dari memiaw Alya, rasa gelinya ia alirkan dengan menggigit ujung bantal.



Lidah Paidi makin berkuasa. Ia mendorong lidahnya masuk ke memiaw Alya, menjilat dinding yang ada di dalam, menari dan bergoyang tanpa ampun. Jari jemari Paidi membuka sedikit bibir memiaw Alya agar lidahnya bisa lebih leluasa.



“Sudah, Mas! Sudah cukup! Aku tidak tahan lagi!” desis Alya untuk yang kesekiankali.



Paidi mengangkat kepala dan tubuhnya, kini ia membenamkan bibirnya ke telinga sang bidadari. Orang yang pernah menjadi narapidana itu terus membisikkan kata - kata mesra ke telinga Alya, sementara tangannya asyik memainkan pentil susu yang sudah sangat menjorok keluar. Istri Hendra itu sudah sangat bernafsu, wajahnya memerah karena sangat menginginkan kemaluan Paidi. Ia mengelus dada Paidi dan meminta dengan pandangan memelas. Paidi tahu apa yang diinginkan oleh majikannya yang jelita itu, ia segera mengambil posisi.



Paidi kembali mengincar klitoris milik Alya. Benda mungil yang menjorok tepat di dalam area kemaluan sang bidadari itu dijilatnya ke kanan dan kiri, digerakkan naik turun. Bagi seorang wanita, titik kelemahan inilah yang membuatnya tak tahan menerima godaan laki - laki. Begitu pula bagi Alya, tubuhnya melejit dan pantatnya diangkat tinggi - tinggi, cairan cintapun meleleh membasahi bibir kemaluan si cantik itu. Ketika Paidi nekat menyeruput cairan cinta Alya, istri Hendra itupun menggelinjang keenakan dan meronta.



“Masssss… ahhhhh… ooooohhhhmmm… jangan dimaininnnn…” Alya merem melek keenakan, dia sudah tidak tahan lagi. “Ayo masukkan, Mas! Cepeeeet!! Aku tidak tahaaaan!!” rengeknya manja.



Dengan hati - hati Paidi menaiki tubuh sempurna milik Alya, putihnya kulit mulus Alya yang bagai pualam membuat pria tua kurus itu terkagum - kagum. Kontras sekali kulit bidadari ini dengan kulitnya yang hitam legam. Apalagi melihat payudara sempurna yang tak puas - puas remas dengan gemas. Betapa kagetnya Paidi ketika Alya nekat menarik batang kemaluannya yang sudah mengeras.



“Ouuuughhhh, besar sekali… ehmmmm… masukin, Masssss!! Cepeeettt!!”



Tentu saja Paidi tidak ingin begitu saja menyodokkan penisnya ke memiaw Alya walaupun dia sangat ingin. Dengan gerakan ringan, digoyangkan ujung gundul penisnya ke bibir kemaluan Alya tapi selalu ditariknya batang kemaluan itu ketika Alya ingin membimbingnya masuk ke dalam.



“Aaaahhh! Gimana sih!! Ayoooo, aku sudah tidak tahaaaann!!!” rengek si cantik.



Dengan hati - hati batang kemaluan Paidi ditarik oleh Alya masuk ke dalam liang kemaluannya. Bagi Paidi, ini yang namanya mimpi menjadi kenyataan. Sang majikan yang cantik jelita dan seksi sangat bernafsu menikmati kemaluan supirnya yang buruk rupa, kurus dan hitam legam. Alya sudah tidak ingat lagi statusnya sebagai istri Hendra ataupun ibu Opi, ia hanya ingin disetubuhi saat ini - - disetubuhi oleh penis raksasa Paidi!



Penis Paidi melesak masuk dengan mudah karena memiaw Alya sudah sangat basah, cairan pelumas yang keluar di dalam liang kenikmatan Alya membanjir dengan deras, memudahkan batang kemaluan Paidi melesak masuk ke dalam. Alya mengerang dan menggoyangkan kepalanya ke kiri dan kanan, ia menderita dalam kenikmatan. Ketika melihat Alya sedikit kesakitan, Paidi menunda menyodokkan penisnya, tapi Alya justru mengangkat pantatnya, ingin segera digenjot.



Paidi memaju mundurkan pinggulnya dengan perlahan, ia takut menyakiti vagina Alya. Tapi wanita cantik itu sudah terlalu tenggelam dalam kenikmatan birahi yang tanpa ujung. Paidi tak puas - puasnya memandang kecantikan dan kemolekan wajah dan tubuh Alya. Lekuk tubuhnya yang sempurna, buah dadanya yang kenyal, pinggang ramping dan kulit putih mulus sang majikan. Ia bagaikan berada di awang - awang, tak percaya ia ternyata berhasil menikmati keindahan tubuh istri Hendra yang sangat seksi ini.



“Masss… aku nggak tahan… terussss… aaaahhhh…” Alya merengek manja.



Paidi tidak mampu menjawab karena merem melek keenakan. memiaw Alya meremas - remas kemaluannya, memilin dan menggilingnya dalam liang kenikmatan yang sempit dan lembab. Ia tidak menyangka memiaw ibu satu anak ini masih begitu sempit dan nikmat, penisnya seakan disedot ke dalam tubuh Alya. memiaw si cantik itu lama kelamaan makin basah oleh cairan kenikmatan yang keluar dari dalam, membuat goyangan penis Paidi seakan menumbuk liang yang becek.



Desahan manja dan kecantikan Alya membuat Paidi makin tak kuat menahan nafsunya. Dengan penuh tenaga pria tua kurus berkulit gelap itu mempercepat gerakan menumbuknya. Alya makin kebingungan, sakit sekaligus enak sekali rasanya, ia tidak tahu harus berbuat apa. Alya hanya bisa mengimbangi gerakan memilin Paidi dengan menggerakkan pinggulnya maju mundur. Kemaluan Paidi yang ukurannya sangat besar memenuhi liang kenikmatannya dengan penuh, hanya dengan menggerakkan pinggulnya sedikit, penis itu sudah sampai di ujung terdalam dinding memiaw Alya, si cantik itupun belingsatan dan merem melek keenakan.



Tempat tidur Paidi makin tak berbentuk, sepreinya acak - acakan, bantal dan gulingnya terjatuh entah kemana. Makin lama, kedua insan yang sedang bercinta itu semakin dekat ke puncak kenikmatan. Paidi berusaha keras menahan orgasme, ia tak ingin terlalu cepat mengeluarkan air maninya, ia masih ingin menikmati memiaw Alya yang nikmatnya bagaikan surgawi. Tapi ia tak bisa mengingkari kekuatannya sendiri, dengan sekuat tenaga, Paidi menyodokkan penisnya berkali - kali ke dalam memiaw Alya yang menjerit - jerit penuh kenikmatan. Akhirnya Paidi mengeluarkan satu lolongan panjang, ia meremas bahu Alya kuat - kuat. Ia hampir sampai di puncak kenikmatan.



Alya yang tahu Paidi sudah hampir orgasme juga tak mau kalah, ia menggerakkan tubuhnya dengan gerakan menggila dan mendaki jalan nikmat menuju puncak. Alya sudah tidak peduli lagi dengan posisinya sebagai majikan Paidi ataupun statusnya sebagai istri Hendra dan ibu satu anak. Ia hanya ingin memuaskan birahinya secara alami, tanpa paksaan, tanpa tuntutan. Alya mengangkat kakinya dan mengapit pinggul Paidi, ia sodokkan pantatnya ke atas untuk melesakkan penis Paidi lebih dalam lagi. Akhirnya si cantik itu sampailah ke ujung perjalanan permainan cinta ini, ia mengerang tanpa terkendali.



“Masssss! Massss! Aku mau keluaaaaaar!!” jerit Alya panik, ia tak kuat lagi menahan orgasme. “Ahhhhhh! Aaahhhh!!!”



“Ahhhhmmm!! Ayo sayang! Kita sama - sama keluar! Aaahhh!!! Alyaku sayaaaang!!”



Semprotan demi semprotan air mani mengalir deras di dalam memiaw Alya, bercampur dengan cairan cinta yang memancar dari dalam. Cairan kental meleleh dari ujung bibir kemaluan sang ibu muda, membuktikan penyatuan kedua tubuh insan berlainan jenis ini.



Desah nafas kelelahan berpacu dari mulut Alya dan Paidi yang masih berpelukan dalam ketelanjangan, keringat deras membanjir di seluruh tubuh mereka, kemaluan Paidi masih bertahan di dalam liang lembut Alya. Untuk beberapa saat lamanya, mereka berdua hanya terdiam, membiarkan waktu berlalu dan mencoba memperoleh kembali nafas mereka yang kembang kempis.



Tangan Paidi menggenggam erat tangan Alya, untuk sesaat sekalipun, ia tidak mau melepaskannya. Ia ingin terus bisa melakukan ini, ia ingin terus bisa menikmati keindahan tubuh sang majikan… ah bukan… ia ingin terus bisa menikmati tubuh indah sang kekasih pujaan. Ya, walaupun di mata orang luar mereka adalah majikan dan sopir, tapi Paidi dan Alya kini resmi menjadi sepasang kekasih.



Mata mereka saling berpandangan, mencoba menyelami perasaan masing - masing. Paidi tahu, walaupun ada kepuasan dalam diri Alya, namun matanya yang indah itu tak bisa berbohong. Ia menyimpan kesedihan yang teramat dalam. Paidi tahu apa yang mereka lakukan ini salah, Alya adalah istri sah Hendra dan ia mungkin telah menggoda wanita cantik itu untuk berselingkuh. Mungkin apa yang mereka berdua rasakan bukan cinta, mungkin hanya nafsu… tapi… seandainya diijinkan, ia ingin selalu bersama… selamanya.



Alya menatap mata Paidi tajam, entah kenapa ia terlihat ragu hendak mengungkapkan sesuatu. “Mas, aku… bolehkah aku menanyakan sesuatu? Sebenarnya aku malu… tapi…”



“Boleh saja, sayang. Mau tanya apa?”



“Mas… emmm, sudah capek belum?… emm… mau… lagi?” Alya mengedip genit dan tersenyum manja.



Paidi tertawa geli. Ia memeluk bidadarinya erat - erat tanpa sedikitpun keinginan melepas tubuh indahnya. “Apapun yang kamu minta, sayang. Apapun yang kamu minta.”



Dengan manja Alya mengangkat tangan Paidi dan membiarkan jemarinya mengelus pantatnya yang bulat, Alya kemudian menggoyangnya tanpa merasa malu. “Mau coba dari belakang?” tanya si cantik itu dengan senyum nakal.



Ini bukan kali pertama baginya, dan jelas bukan yang terakhir.



Malam pun terasa panjang untuk mereka berdua.

0 komentar:

 

blogger templates | Make Money Online