#navbar-iframe { display: none !important; } PANGKARAS: 1 Apr 2010

Kamis, 01 April 2010

Penyelewangan Berbuah Derita

Miriani terisak-isak. Dua lelaki itu kini berlutut di sisinya. Ia terlalu lelah dan sakit untuk melawan. Dibiarkannya Dul dari belakang menyentuh bibir vaginanya. Membelek-beleknya, mencoba mengeluarkan sperma Prapto dari dalamnya. Sementara Dul mencolek setitik sperma di sudut bibir Miriani dengan ujung telunjuknya.
"Masih kuat kan mbak ?" kata Dul sambil mengoleskan ujung telunjuknya itu ke puting kanan Miriani.

Miriani menggigit bibirnya. Di wajahnya jelas terpancar lebih banyak ketakutan dibanding kemarahan. Miriani mencoba menepis telunjuk dan ibu jari Dul yang kini memilin puting yang barusan diolesi sperma itu. Tetapi Dul malah memperkeras jepitannya pada daging mungil berwarna gelap itu.

Tiba-tiba Miriani menjerit kecil. Penyebabnya, Bon mengangkat sebelah tungkainya. Akibatnya, kini area vaginanya terbuka luas. Terlihat jelas vaginanya yang memerah. Rambut kemaluannya tak terlalu lebat. Bibir vaginanya masih terlihat mengkilap karena lelehan sperma Prapto.

Miriani tak bisa mengatupkan kakinya, sebab Bon meletakkan kaki perempuan itu di pundaknya. Ini posisi yang amat memalukan buat perempuan baik-baik seperti Miriani. Miriani terbayang wajah 3 anak perempuannya, berharap mereka tak mendapat perlakuan hina seperti dirinya.

"Tolong... jangan lagi... saya akan penuhi permintaan kalian....ughhh.... tapi...ihhh... tolong...lepasin saya....eungghhhh...." Miriani mencoba merayu. Tapi Bon malah asyik mencomot sebelah labia mayora Miriani dan menarik-nariknya seperti guru menjewer telinga murid.

Miriani merasa amat risih ketika Bon memasukkan dua jempolnya ke liang vaginanya. Lalu, kedua jempol itu ditarik ke arah berlawanan hingga liang vaginanya membuka lebar. Terlihat bagian dalamnya yang basah dan penuh cairan putih kental. Bon terus lakukan itu tanpa peduli geliatan dan erangan Miriaini. Malah, terakhir dia mulai mengaduk-aduk vagina Miriani dengan dua jarinya.
"Kita bisa lepasin Mbak, tapi janji nurut dulu ya...." katanya.

"Eunghhh... iya...iya....uhhhh...." Miriani cepat-cepat mengangguk. Risih betul dia, sebab Bon dengan telunjuk dan ibu jarinya berusaha memilin-milin klitorisnya.

Bon menarik keluar dua jarinya yang berlumur sperma Prapto, lalu menyodorkannya ke depan wajah Miriani.
"Jilatin ini dulu sampai bersih. Habis ini Mbak kita lepasin, nggak kita ent*t lagi," katanya.

Miriani mengernyitkan keningnya. Giginya yang rapi menggigit bibirnya yang seksi. Dua jari Bon menyentuh bibirnya.

"Ayo mbak... dijilatin..." katanya.

Miriani memejamkan matanya yang indah. Perlahan bibirnya membuka, lalu perlahan lidahnya menjulur keluar. Lidah Miriani akhirnya menjilati kedua jari Bon dari pangkal sampai ke ujung, berulang-ulang. Bon bahkan bisa meyakinkan Miriani untuk mengulum kedua jarinya itu. Jing yang tadi menikmati dioral Miriani mendekat dan merekam adegan langka itu dengan handycam. Miriani tak sadar aksinya itu tengah direkam. Keinginan segera pulang membuatnya juga tak peduli dengan Dul yang asyik sendiri menyedot-nyedot putingnya, kanan dan kiri berganti-ganti...
"Bagus Mbak.... jilatan Mbak enak banget. Gimana, rasa sperma enak nggak ?" goda Bon.

"Nggak..." sahut Miriani.

"Kalau gitu, kita coba sekali lagi. Coba dinikmati ya Mbak," kata Bon dan tanpa izin langsung menusukkan lagi telunjuk dan jari tengahnya ke vagina Miriani, berputar-putar seperti menggaruk dinding dalam vaginanya, berusaha mengeluarkan seluruh sperma yang tadi ditumpahkan Prapto.
Dua jari Bon terlihat kembali berlumur sperma. Disodorkannya ke depan wajah Miriani.

"Cobain lagi Mbak... Yang ini pasti enak," katanya.

Miriani mau menolak. Tapi keinginan cepat pulang membuatnya tak bisa berpikir jernih. Diulanginya lagi adegan menjilat dua jari berlumur sperma itu. Dikulumnya juga dua jari Bon sampai betul-betul bersih dari sperma Prapto.

Bon menarik keluar dua jarinya yang sudah bersih. Miriani memandangnya dengan wajah sebal.

"Gimana Mbak ? Enak kan ?" godanya.

Khawatir disuruh menjilati jari berlumur sperma lagi, Miriani dengan cepat menjawab, "Enak..."
Keempat lelaki di ruangan itu tertawa mendengar jawabannya.

"Bener enak ?" kata Bon sambil memainkan puting kanan Miriani.

"Iya..." sahut Miriani. Wajahnya yang hitam manis terlihat kemerahan menahan malu.

"Enak mana sama sperma yang kamu minum langsung dari kont*l gue ?" tanya Jing.

Miriani menoleh dan kaget melihat Jing tengah merekamnya dengan handycam. Dia cepat melengos.

"Iya Mbak... enak mana ?" Bon menanyakan lagi dengan tekanan suara yang berbeda diiringi pilinan yang diperkuat di puting Miriani.

"Aduh...eh... ihh... enak yang... di jari..." katanya. Wajahnya makin memerah.
Prapto, Dul dan Bon tertawa terbahak-bahak. Jing mencak-mencak.

"Sialan lo.... bilang gak enak tapi lo telen sampe abis juga," katanya. "Ntar cobain kont*l gue di mem*k lo," lanjutnya.

Tahu-tahu, Dul berdiri dan mengangkangi wajah Miriani. Penisnya yang mengacung menyodok-nyodok wajah manis Miriani.

"Ayo mbak... cobain punya gue. Pasti lebih enak dari maninya si Jing," katanya.

Miriani menggeleng-geleng dan mulai terisak-isak lagi.

"Ayo deh Mbak.... biar Mbak cepet pulang," rayu Bon, lagi-lagi sambil menekannya dengan pilinan di puting Miriani. Dipilin seperti itu, Miriani merasa putingnya seperti ditusuk-tusuk jarum, pedih.... Itu membuatnya makin tak mampu berpikir jernih. Dibukanya bibirnya sedikit. Dul memanfaatkannya dengan baik. Penisnya dengan cepat memenuhi rongga mulut aktivis sebuah partai itu.

Dul sibuk memperkosa mulut perempuan alim berjilbab itu. Bon masih menduduki sebelah paha telanjang Miriani. Sebelah kaki yang lain tersangga di pundak Dul. Penis Bon pun sudah mengacung, menuding vagina Miriani yang mengkilap dengan sisa-sisa sperma. Apalagi yang mungkin terjadi dalam situasi seperti itu ?
Betul ! Bon pun merapatkan pangkal pahanya ke pangkal paha Miriani. Menekan pintu liang vagina Miriani dengan kepala penisnya yang seperti helm tentara. Plop... kepala serdadu itu sudah terjepit di antara labia minora perempuan muda cantik. Miriani yang tengah sibuk berupaya membuat Dul orgasme terkejut menyadari vaginanya bakal dipenetrasi.

"Emmh...emmmhhh....Eummmmfff.... " Miriani berusaha berontak, meronta, melawan. Tapi semua sia-sia.

Penis Bon dengan perkasa telah menerobos jauh ke dalam vagina Miriani, merasakan remasan dari bagian dalamnya yang lembut. Bon bahkan merasakan kepala penisnya menekan dinding kenyal di ujung terdalam vagina perempuan itu. Dul tak kalah semangatnya dari Bon. Dia ingin Miriani bisa membedakan rasa spermanya lebih nikmat dibanding sperma Jing....
Mengerang, merintih dan memaki di dalam hati. Cuma itu yang bisa dilakukan Miriani. Sampai akhirnya rongga mulutnya dipenuhi cairan pekat. Pandangannya berkunang-kunang ketika Dul memaksanya menelan spermanya. Susah payah, akhirnya Miriani bisa menelan sperma Dul. Hanya berselang beberapa menit, Miriani merasakan Bon dengan kasar mengaduk-aduk vaginanya dan terakhir mendorong tubuhnya sampai pangkal paha keduanya menempel erat. Miriani kembali merasakan cairan hangat memenuhi vaginanya. Sebelum akhirnya tubuhnya lunglai dan ia kehilangan kesadaran.
Keempat lelaki itu membiarkan Miriani tergolek di lantai berkarpet hijau itu setengah jam lebih. Kepalanya


masih berjilbab. Payudaranya yang tak seberapa besar terbuka bebas. Ada bekas lovebites di dekat kedua putingnya yang hitam mengacung. Lovebites juga terlihat di dekat pangkal pahanya. Sepasang pahanya mengangkang lebar. Sperma Bon masih meluber di sela-sela bibir vaginanya yang kemerahan.

"Terus Mas Prapto... kita apain cewek ini ?" tanya Jing sambil mengelus-elus rambut kemaluan Miriani yang tak seberapa lebat. "Gue blom ngerasain mem*k cewek ini," lanjutnya.
"Gue juga belon," timpal Dul. "And... jangan lupa bro, pantat cewek ini masih perawan," lanjut si Dul sambil mengolesi anus Miriani dengan sperma yang meleleh dari celah vaginanya.

Dul tak berhenti di situ. Dimasukkannya telunjuknya ke vagina Miriani. Lalu, ditariknya telunjuknya keluar. Terlihat telunjuknya betul-betul belepotan sperma. Tanpa banyak bicara, ditusukkannya telunjuknya itu ke anus Miriani. Perlahan tapi pasti telunjuk Dul terbenam ke dalam anus Miriani yang masih tak sadarkan diri. Terlihat Miriani sedikit menggeliat. Rupanya dalam keadaan tidak sadar, tubuhnya tetap merasakan sakit di anusnya.

"Ya udah, kalo lo masih mau ngent*t cewek ini, cepet aja. Sebelum malam dia harus sudah kita pulangin," sahut Prapto.

"Bangunin dia Jing," kata Dul kepada temannya. Dia masih asyik dengan vagina dan anus sekretaris berjilbab ini. Jari tengahnya mengaduk-aduk vagina, sementara jari telunjuknya menusuk lubang di sebelahnya.

Jing yang gemas melihat wajah innocense Miriani menyeringai. Lalu dengan wajah sadis disentilnya puting kanan Miriani dengan keras. Akibatnya, luar biasa. Tubuh Miriani terlonjak. Mula-mula dari bibirnya terdengar rintihan pelan, lalu tiba-tiba Miriani seperti orang histeris, menjerit-jerit sambil mengusap-usap putingnya. Seperti baru tersadar, ia juga menjerit melihat anusnya tengah diobok-obok Dul....
Dul dan Jing tak berlama-lama membiarkan ibu muda berjilbab itu menjerit-jerit. Dul segera memposisikan perempuan itu dalam keadaan menungging. Sementara Jing dari depan mengangkat dagu Miriani lalu bibirnya langsung melumat bibir seksi perempuan itu. Jeritan Miriani terbungkam menjadi gumaman yang tak jelas. Kalau tak dicium Jing, pasti jerit Miriani makin menjadi saat Dul menancapkan penisnya yang kembali tegak ke vaginanya.

Dul tipe lelaki kasar. Segera saja terdengar suara plak-plok kocokan penisnya di vagina Miriani yang becek oleh sperma Prapto dan Bon. Miriani merasakan vaginanya betul-betul pedih. Rasa sakit akibat perkosaan dua lelaki sebelumnya belum hilang, kini Dul memperkosanya dengan kasar pula. Apalagi dia kesulitan bernafas karena bibirnya dipagut dengan penuh nafsu oleh Jing.

Tiba-tiba Miriani merasa sedikit lega. Penyebabnya, Dul menarik keluar penisnya. Tetapi itu cuma kelegaan sejenak saja. Miriani kini menghadapi kengerian baru yang belum pernah dialaminya.

"Gue mau perawanin pantat lo," kata Dul sambil mengarahkan ujung penisnya yang tampak berlumur sperma.

Miriani mengerang-erang dan meronta-ronta ketika merasakan sesuatu yang keras mulai menusuk lubang belakangnya. Rasanya panas dan pedih saat kepala penis Dul berhasil menembus benteng pertahanannya. Bundaran bokongnya juga terasa pedih karena Dul mencengkeram dengan jarinya yang berkuku panjang.

"Aaarrgghhh.... ouhhhhh.... jangaannnn..... sakiiit.... !" Miriani berteriak sejadinya ketika akhirnya berhasil melepas kuluman bibir Jing setelah ia mencakar pipi lelaki itu.

Jing yang kesakitan dengan marah menampar pipi Miriani. Akibatnya, sudut bibir perempuan itu berdarah.

"Jangan pernah berbuat seperti itu lagi padaku.... ngerti ?!" bentak Jing sambil mencubit kedua puting Miriani.

"Aaaakhhhh... iya... iyaaahh..." Miriani menjerit karena Jing menarik kedua putingnya.

Air mata mengalir ke kedua pipi perempuan dewasa ini. Sakit di kedua putingnya tak seberapa dibanding pedih yang dirasakan di anusnya. Miriani masih merangkak seperti anjing. Jing dan Bon meremas-remas kedua payudaranya yang menggantung. Dia melihat Prapto yang tengah merekam dirinya dengan wajah penuh kebencian. Prapto hanya tersenyum sinis.

Berkali-kali Miriani mem*kik kesakitan saat Dul mencoba memasukkan penisnya lebih dalam ke anusnya.

"Santai aja Mbak. Jangan ngeden.... Kalo ngeden, pantat Mbak malah sakit. Santai aja biar kont*l saya bisa masuk lebih gampang. Kalo santai, Mbak malah bisa ngerasain enak nanti," kata Dul.

Bagaimanapun, Miriani ingin segera lepas dari situasi yang mengerikan ini. Ia pun menuruti kata-kata Dul.

"Nah, gitu dong....hih... !" Dul mendengus saat merasakan cengkeraman otot anus Miriani mengendor. Saat itu juga Dul mendorong penisnya masuk lebih dalam. Miriani mem*kik lagi. Dia merasa perutnya seolah penuh, tetapi perih yang sebelumnya sangat mengganggu mulai berkurang. Karena itu, ia mulai mencoba merelakskan dirinya.

Sikap Miriani itu memudahkan Dul. Lelaki kasar itu kini bisa mendorong penisnya ke dalam anus Miriani sampai pangkalnya. Lalu, perlahan dia menarik mundur sampai hampir keluar, lalu didorong lagi maju dengan kekuatan penuh. Terus diulang dengan gerakan yang makin lama makin cepat. Miriani mengerang-erang sepanjang perkosaan anal itu.

Tiba-tiba, Dul menarik tubuh Miriani ke arah dirinya yang merebahkan diri. Akibatnya kini perempuan berjilbab lebar itu rebah terlentang di atas tubuh Dul. Penis Dul masih tertancap kuat di dalam anusnya.

"Nah, ini baru mantap...." komentar Prapto yang langsung merekam adegan itu dari arah depan. Jing dan Bon membantu merenggangkan kedua paha Miriani hingga terlihat jelas anus perempuan itu mencengkeram penis Dul. Vaginanya yang memerah juga masih terlihat mengeluarkan sperma bekas perkosaan sebelumnya.
"Jing, lo ent*t cewek ini sekarang," kata Dul yang kini memeluk tubuh Miriani dengan mencengkeram kedua payudaranya.

Miriani bergidik membayangkan dua lubang bersebelahan di bagian bawah tubuhnya itu akan dimasuki dua penis.

"Jangan... please... jangan.... saya bisa mati...." rintihnya memelas.

"Nggak apa-apa mbak. Matinya mati enak.... ha ha ha..." timpal Prapto disambut gelak teman-temannya.

Jing ternyata sudah bersiap-siap di depan selangkangan perempuan alim itu.

"Masih kelewat basah sperma nih," katanya sambil menusukkan dua jari ke vagina Miriani, mengorek-ngorek untuk mengeluarkan sperma dari dalamnya. Saat ditarik keluar, di dua jari Jing terlihat segumpal sperma yang kental dan putih kekuningan. Dicengkeramnya dagu Miriani dan dipaksanya perempuan itu mengulum kedua jarinya itu. Miriani lagi-lagi cuma bisa terisak-isak. Dengan tegang ia menunggu apa yang akan terjadi berikutnya. Penis di dalam anusnya saja sudah terasa sangat menyakitkan. Akhirnya yang ditakutkannya terjadi. Terasa pintu liang vaginanya mulai terdesak sesuatu yang besar dan keras.

"Rasain nih.... perempuan seperti mbak memang bagusnya dinikmati sama-sama.... hihhhhh !!!" kata Jing sambil dengan kekuatan penuh menusukkan torpedonya ke liang vagina Miriani.

Miriani mengerang panjang. Tubuhnya terasa terbelah di bagian bawah. Pandangannya berkunang-kunang. Ia berharap untuk pingsan saja agar tak merasakan derita ini. Tetapi, ternyata ia tetap tersadar....
Perasaan sakit yang aneh. Di dalam tubuhnya terasa ada dua benda besar yang bergerak maju mundur bersamaan. Ia terpaksa berulangkali mengejan seperti hendak mengeluarkan benda-benda itu. Tetapi akibatnya justru menyenangkan bagi kedua pemerkosanya. Jing dan Dul seperti merasakan remasan kuat di penis mereka.

Prapto tak menyangka bakal dapat obyek syutingan sedramatis ini. Dia kini mengclose up keluar masuknya dua batang penis di dua lubang yang bersebelahan. Dia juga mengclose up wajah Miriani yang tampak menderita. Memejamkan mata dengan kening berkerut sambil menggigit bibir dan tak henti mengerang-erang.
Di luar dugaan, Bon yang sejak tadi cuma menonton tak bisa menahan nafsunya. Disuruhnya Jing menegakkan tubuh, lalu dengan enaknya dia mengangkangi wajah Miriani. Tentu saja Miriani kaget, Dia melotot ketika menyadari penis Bon dengan enaknya menggeletak di wajahnya. Tapi dia tak bisa berbuat apa-apa menghadapi pemaksaan gila-gilaan seperti itu. Bon pun dengan mudah memaksanya memasukkan penis ke mulutnya. Prapto kini punya obyek syuting yang lebih dahsyat. Seorang perempuan dewasa dengan jilbab putih lebar tengah dihimpit di antara dua lelaki telanjang di atas tubuhnya dan seorang lelaki telanjang lainnya di bawahnya.

Satu persatu pemerkosa Miriani menuntaskan hajatnya. Diawali Jing yang memenuhi vagina Miriani dengan spermanya. Lalu tak berapa lama, Bon yang menyemprotkan spermanya ke wajah Miriani. Terakhir, Dul menunggingkan lagi perempuan itu dan dengan tenaga ekstra menggenjot penisnya di anus Miriani sebelum akhirnya menumpahkan spermanya ke dalamnya.
Miriani tersungkur telungkup di lantai. Sekujur tubuhnya pegal-pegal. Pantatnya tampak memerah. Prapto merenggangkan kedua paha Miriani untuk mengcloseup lelehan sperma dari anus dan vaginanya ke karpet. Diclose-upnya juga wajah Miriani yang berlepotan sperma. Salah satu matanya terpejam karena setumpuk sperma tepat di atas kelopak matanya.
"Sudah, sana mandi Mbak. Habis mandi, mbak boleh pulang," kata Prapto sambil berjongkok di sebelah Miriani dan menyeka sperma yang menutupi matanya. Perempuan dewasa itu masih terisak. Dia memalingkan wajahnya.

PLAKKK....
Tiba-tiba Prapto menampar keras pantat Miriani. Karuan saja Miriani terlonjak dan menjerit. Tubuhnya kini miring menghadap Prapto.

"Sana cepat, mandi !" bentak Prapto. "Atau mau tetekmu gua gampar ?" lanjutnya sambil mengangkat tangannya siap menampar.

Miriani dengan wajah ketakutan menyilangkan kedua tangannya ke depan payudaranya. Ia cepat berdiri dan berjalan gontai ke arah yang ditunjuk Prapto. Keempat pemerkosanya tertawa terbahak-bahak melihat langkah perempuan berjilbab dengan sperma di sekujur organ vitalnya itu.

"Bener mau kita pulangin dia, Mas ?" tanya Jing kepada Prapto.

Prapto menyulut rokoknya dan menghisapnya dalam-dalam. Lalu, dihembuskannya asap rokoknya ke atas sambil tersenyum menyeringai.

"Ya, tapi besok-besok kita akan sering-sering menikmati tubuhnya," sahutnya.

***********
Miriani bingung. Tak ada kamar mandi di arah yang ditunjuk Prapto. Yang ada hanya ruang terbuka dengan lantai lebih rendah. Ada keran dengan slang panjang dan ember besar di bawahnya di tempat itu. Miriani terdiam di dekat "kamar mandi" itu. Kedua tangannya masih menyilang di depan dadanya. Jilbabnya yang lebar sudah diulurnya, namun hanya menutup sedikit di atas pinggulnya. Ia terlihat berjongkok melepas kaus kakinya yang panjang hampir mencapai lutut. Tetapi ia kemudian terlihat kembali diam.
"Ya itu kamar mandinya. Sudah, cepat mandi. Buka jilbabnya ! Ngapain nutupin rambut. Kita udah liat mem*kmu kok," kata Prapto sambil mendekat dengan membawa handycamnya.

Tiga lelaki lainnya ikut mendekat. Dul yang tidak sabaran turun dan merenggut jilbab ibu muda itu. Miriani yang kelelahan tidak lagi melawan. Rambutnya yang panjang dan ikal bergelombang itu digelung. Sehelai kain tipis masih menutupi sebagian rambunya. Kain inilah yang mencegah keluarnya anak-ranak rambut dari balutan jilbab lebarnya. Dul juga merenggut kain ini, sekaligus ikat rambut Miriani. Rambut Miriani yang panjang sampai sedikit di atas pinggang pun terurai.

Keempat pemerkosanya terpana. Dengan wajah kearab-araban dan rambut ikal terurai, serta completely naked, Miriani jadi amat mirip dengan bintang film porno dari Timur Tengah. Penis keempat lelaki itu kembali menegang.

Miriani masih berdiri memunggungi keempat pemerkosanya. Ia meraih rambutnya yang panjang untuk menutupi bagian depan tubuhnya yang telanjang bulat. TUbuhnya sesekali bergetar karena ia masih menangis sesenggukan.

Prapto menyerahkan handycam kepada Bon, lalu ia turun mendekati perempuan itu. Didorongnya tubuh Miriani hingga perempuan itu menunduk dengan berpegangan pada pinggir ember besar yang penuh air. Ditendangnya kedua kaki Miriani hingga mengangkang melebar. Miriani kaget, tak menyangka bakal disetubuhi lagi untuk kesekian kalinya. Namun tenaganya sudah betul-betul terkuras. Ia pasrah apapun yang bakal terjadi kini.

Sepasrah-pasrahnya Miriani, masuknya penis Prapto ke vaginanya masih menyebabkan pedih. Apalagi kini Prapto juga menjadikan rambutnya yang panjang seperti tali kekang kuda.

"Nih, hadiah buat sekretaris yang sok tau !" kata Prapto sambil mendorong penisnya jauh ke dalam sampai terasa menekan dinding kenyal di ujung liang vagina Miriani.
Miriani menggigit bibir dengan kepala mendongak, menahan pedih di kulit kepala dan ngilu di sekujur vaginanya. Tiba-tiba ia mem*kik karena merasakan rasa pedih yang aneh. Ternyata, dengan penis menancap di vagina Miriani, Prapto kencing ! Prapto kencing amat banyak. semburannya dirasakan Miriani amat deras, panas dan memedihkan. Ia mencoba meronta tapi sia-sia. Ditunggunya dengan penuh harap akhir semburan dari penis mitra kerjanya itu.
"Hihhh.... lo harus berterima kasih sama gue...nihhh... mem*k lo gue bersihin pake kencing gue..." kata Prapto meracau.

Prapto memberi kode kepada Bon agar mensyuting dari depan. Bon lalu berlutut di depan Miriani mensyuting turun dari wajahnya, payudaranya yang mengacung dan vaginanya dengan penis Prapto masih menancap. Di sela-sela bibir vaginanya mengalir cairan bening kekuningan. Lalu, Prapto menarik keluar penisnya dan akibatnya dari vagina Miriani keluar deras cairan kekuningan bercampur putih kental.
Tubuh perempuan itu masih gemetar ketika cairan kuning yang keluar dari vaginanya mulai berkurang. Lalu, tiba-tiba ia bersimpuh di genangan air seni Prapto. Prapto mengambilalih handycam kembali. Diberinya kode kepada tiga rekannya yang berdiri mengelilingi Miriani yang masih bersimpuh.

"Ini akan membuatmu mau mandi.... 1-2-3...." katanya.

Yang terjadi kemudian membuat Miriani kembali terkejut. Ternyata ketiga lelaki itu berbarengan mengencinginya. Semburan air seni mengenai sekujur tubuhnya, rambut wajah, punggung, dada, paha. Kedua telapak tangannya berupaya menghalangi semburan ke wajahnya. Namun, Dul malah mencengkeram dagunya hingga mulutnya terpaksa membuka dan semburan air seni Dul langsung tertampung ke dalamnya.

Miriani memejamkan mata. Setelah rasa sperma yang aneh, kini ia merasakan untuk pertama kali menelan air seni. Sekujur tubuhnya kini bau pesing.

Tiba-tiba, Dul memaksanya berjongkok dan menyodorkan gayung di bawah selangkangannya. Tangan lelaki itu kemudian mengucek-ucek vaginanya.

"Ayo sekarang lo kencing !" katanya.

Miriani memang ingin pipis dari tadi. Tapi pipis di bawah tatapan mata banyak lelaki dan disyuting close up adalah hal yang belum pernah dialaminya. Dengan perasaan amat terhina Miriani akhirnya pipis. Semburan air seninya ke gayung lumayan deras dan banyak. Dul menyempatkan membekap vagina Miriani yang sedang pipis. Otomatis telapak tangannya basah oleh air seni perempuan itu.

"Air kencing gue seger kan ? Nih liat,

gue juga doyan air kencing lo. Lain kali gue pengen minum langsung dari mem*k lo," katanya sambil menjilati jarinya yang basah. Miriani meliriknya dengan perasaan jijik.
Setengah gayung lebih air seni Miriani tertampung. Dul mengangkat gayung tersebut. Jing membimbing Miriani berdiri. Bon turut berdiri mengelilingi tubuh perempuan itu.
"Ayo sekarang kita mandi bareng !" kata Dul lalu menyiramkan air seni Miriani ke kepala mereka.

Baru setelah itu keempatnya betul-betul mandi dengan air di ember. Sebetulnya yang terjadi adalah tiga lelaki memandikan Miriani. Mereka dengan semangat menyabuni sekujur tubuh Miriani. Di bagian payudara, acara sabunan itu jadi terasa heboh. Mereka semua meremasi sepasang payudara Miriani yang berlumur busa sabun. Kedua putingnya juga ditarik-tarik sampai menegang. Sementara Dul lebih asyik menyabuni vagina Miriani. Bahkan, bukan cuma bagian luar. Dua jarinya terus saja menyabuni bagian dalam vagina perempuan itu.

Miriani juga jadi obyek keisengan Jing. Dia berkali-kali menyikat kedua puting Miriani dengan sikat gigi. Hal sama juga dilakukannya pada klitoris perempuan itu. Semua ulah ketiga lelaki itu membuat acara mandi bareng itu jadi penuh jerit kaget dan kesakitan serta marah Miriani ditingkahi gelak tawa mereka.

Miriani kini terlihat duduk setengah berbaring di lantai dengan kedua kaki mengangkang lebar. Di sisi kanan kirinya ada Jing dan Bon yang asyik menyabuni pangkal paha perempuan itu. Bon menarik-narik rambut kemaluan Miriani yang tak seberapa lebat itu.

"Cukur jembutnya Bon !" kata Prapto yang tak henti mensyuting sambil melempar pisau pencukur.

"Nggak dicabutin aja, Mas ?" sahut Jing. "Gue suka suaranya kalo dicabut," lanjutnya dilanjutkan dengan menarik beberapa helai rambut kemaluan Miriani sampai tercabut.

"Aaawww....!" Miriani menjerit.
"Ha... ha... ha.... lucu juga. Tapi cukur aja deh. Kasian dia kecapekan," sahut Prapto.
"Ok bos !"

Miriani cuma bisa

menggeliat-geliat saat Dul mulai mencukur rambut kemaluannya. Malah ia melakukan itu dengan tiga jari tangan kirinya masuk ke vaginanya. KUlit Miriani

sawo matang, tapi wajahnya jadi merah padam karena tak sanggup menahan malu. Sementara Dul sibuk beraktivitas di vaginanya, Bon dan Jing tak bosan-bosannya bermain-main dengan payudara dan puting Miriani. Jing malah juga menciumi bibir Miriani. Mulutnya yang bau rokok membuat Miriani ingin muntah.

**********

Miriani baru betul-betul lega ketika acara mandi bareng itu selesai. Mereka membiarkannya mengeringkan tubuh dengan handuk. Miriani juga lega melihat blus dan rok panjang, jilbab dan kaus kakinya ada di dekat handuk.

"BH sama celana dalem Mbak saya bawa pulang. Buat kenang-kenangan," kata Prapto. Miriani cuma melirik lelaki itu dengan tatapan tidak suka. Apalagi lelaki itu masih mensyuting dirinya.

Usai mandi, Miriani dengan cemas melangkahkan kakinya ke arah lorong panjang tempat dia pertama kali datang tadi. Dia sudah tampak segar dengan busana yang panjang dan rapi.

"Mau kemana Mbak ?" tanya Prapto. Lelaki itu sudah duduk di karpet dengan Bon, Jing dan Dul serta seorang lelaki lain.
"Pulang..." sahutnya ketus.

"Nggak usah buru-buru, ini udah saya panggilin ojek," katanya sambil menunjuk lelaki lain tadi. Barulah Miriani menyadari kehadiran tukang ojek yang tadi membawanya.

"Iya Neng, entar Abang anterin. Tapi kagak gratis loh !" timpal Bang Amir, si tukang ojek sambil meringis memperlihatkan giginya yang hitam. Bibirnya juga hitam, tanda bahwa dia perokok berat.
"Iya, nanti saya bayar. Ayo sekarang aja," ujar Miriani.
"Bayar di muka Neng..." balas Bang Amir.
"Berapa ?"
"Nggak usah pake duit, Neng...." sahut Bang Amir. Mendengar jawaban itu Miriani kaget. Dia mulai mengerti arah omongan Bang Amir.

"Huh.... kalian memang setan !" makinya. Kelima lelaki itu tertawa terkekeh-kekeh.

"Lo emang pengen dibayar pake apa, Bang ?" kata Prapto di tengah tawanya.

"Gue pengen ngerasain mem*k dia, Mas. Sebentaaar aja...." katanya. Para lelaki tadi tertawa-tawa lagi. Miriani betul-betul kehilangan akal sehatnya. Dia mulai menangis lagi.

"Eh, nggak usah nangis Mbak. Udah deh, kasih dia mem*k kamu sebentar. Abis itu dia antar kamu pulang," kata Prapto kali ini sambil berdiri dan menggamit tangan Miriani.

Miriani kini berdiri di hadapan Bang Amir yang duduk di karpet. Dibiarkannya Prapto mengangkat rok panjangnya sampai ke pinggang. Bang Amir melotot melihat vagina Miriani yang mulus tanpa sehelai rambutpun. Tangannya gemetar, terjulur dan menyentuh vagina perempuan itu. Begitu tersentuh, ganti tubuh Miriani yang bergetar. Ia mulai terisak lagi. Apalagi, telunjuk Bang Amir mulai menyusuri celah bibir kelaminnya, makin ke bawah dan akhirnya menemukan pintu liang vaginanya.

Perlahan tapi pasti, Bang Amir menusukkan telunjuknya ke dalam vagina Miriani. Dilihatnya Miriani menggigit bibir. Kedua belah pipinya mulai basah oleh airmata. Miriani menggeliat ketika Bang Amir menyusulkan jari tengahnya ikut masuk. Terasa bagian dalam vaginanya dikorek-korek dua jari lelaki setengah baya itu.
"Wah, udah lama abang mimpiin mem*k Neng," katanya. Miriani baru sadar, selama ini tukang ojek yang mangkal dekat rumahnya itu memang sering menatapnya dengan pandangan nafsu.
"Cuman mem*knya Bang ? Pengen ngenyot toketnya kagak ?" tiba-tiba terdengar suara Dul.

Bang Amir mendongak.

Liurnya menetes melihat pemandangan heboh di atasnya. Jilbab lebar Miriani sudah disampirkan ke pundak. Kancing blusnya terbuka lebar dan sepasang payudaranya tampak mengacung dalam genggaman dua telapak tangan Dul.
"Wah... pengen banget..." katanya.
Dul menekan pundak Miriani hingga perempuan itu berlutut di depan Bang Amir. Sejenak lelaki kampung ini melupakan vagina Miriani. Langsung ditangkapnya sepasang payudara telanjang di depannya. Dengan lahap dihisapnya puting susu Miriani, kanan dan kiri berganti-ganti. Miriani tak banyak protes lagi. Tetapi jelas tampak ia marah, takut sekaligus malu.
Sepasang payudaranya kini terlihat basah kuyup oleh aiur liur Bang Amir.
"Udah Bang, ntar keburu sore. Lo sekarang telentang, santai aja biar Mbak Miriani yang muasin lo," kata Dul.

Bang Amir nurut. Dia segera melepas celananya dan terlentang. Dia melihat Dul melepas rok panjang Miriani, tetapi membiarkannya tetap memakai kaos kaki, jilbab lebar yang disampirkan ke pundak dan blus yang terbuka kancingnya. Pemandangan itu membuat penisnya yang hitam bangkit. Lumayan panjang dan terlihat kekar
dengan urat-urat di sekujur batangnya.

Dul membimbing Miriani untuk berjongkok mengangkangi wajah Bang Amir dengan posisi membelakanginya. Tukang ojek itu terlihat menelan air liurnya menyaksikan vagina perempuan baik-baik tepat di depan hidungnya. Aromanya pun mulai tercium. Gemetaran tangan Bang Amir menyentuh bibir vagina Miriani.
Prapto mengajarinya menguakkan bibir vagina yang mulus itu dengan dua tangan.

"Isepin kont*l abang, Neng... Abang mau jilatin dulu mem*k Neng," kata Bang Amir dan lidahnya pun mulai menyapu bibir vagina Miriani.

Tubuh Miriani bergetar ketika lidah Bang Amir menemukan klitorisnya. Juga ketika lidahnya berupaya menyusup ke dalam liang senggamanya. Bang Amir sendiri mengerang seperti orang kedinginan ketika Miriani yang dibimbing Dul mulai merangsang penisnya. Tangan kiri Miriani menggenggam buah zakar Bang Amir yang berambut lebat, meremasnya lembut. Tangan kanannya menggenggam pangkal batang penis Bang Amir dan mengurutnya dengan tekanan ke arah kepala penisnya. Bang Amir serasa melayang ketika Miriani di bawah arahan Dul menjilati lubang di kepala penisnya. Lalu, bibirnya yang seksi juga mengucup bagian lubang itu dan menyedot-nyedot. Baru setelah itu Miriani mulai memasukkan penis Bang Amir ke mulutnya. Makin lama makin dalam. Bang Amir dan Miriani mengerang-erang. Sebab, saat bersamaan, Bang Amir juga menyedot-nyedot klitoris Miriani sambil dua jarinya mengaduk-aduk vaginanya.

"Sudah, pemanasannya jangan lama-lama...Ayo Mbak, masukin kont*l dia ke mem*k Mbak !" terdengar Prapto memerintah sambil terus merekam adegan Miriani tengah mengulum penis Bang Amir.

Dul dan Jing memegangi lengan kanan dan kiri Miriani, membimbing perempuan itu mengangkangi penis Bang Amir yang tegang maksimal. Miriani sekarang tak banyak menolak ataupun meronta. Dia bahkan menurut ketika disuruh memasukkan sendiri penis Bang Amir ke vaginanya.

"Buka aja bajunya Dul, ngganggu pemandangan," kata Prapto. Lagi-lagi, Miriani kembali bugil. Cuma jilbab dan kaos kaki yang melekat di tubuhnya kini.
Miriani menggigit bibirnya ketika untuk kesekian kalinya vaginanya kemasukan penis lelaki yang bukan suaminya. Tragisnya, kali ini justru ia berperan aktif. Mengangkangi penis Bang Amir yang mengacung dengan posisi membelakanginya. Memegang penis yang berurat itu dan mengarahkannya ke liang vaginanya. Lalu, perlahan menurunkan tubuhnya hingga penis itu tertelan seluruhnya oleh vaginanya. Semua adegan itu tak luput dari perhatian Bang Amir dan rekaman Prapto.

Vaginanya yang kini tidak berambut jadi terasa sensitif saat penis Bang Amir masuk sampai pangkalnya dan rambut kemaluannya yang lebat menggesek kulit vaginanya. Bahkan, klitorisnya pun tergesek rambut kemaluan Bang Amir. Bagaimanapun hal tersebut membuat tubuh Miriani bereaksi spontan. Vaginanya mulai membasah, melumasi gesekan antara penis Bang Amir dan vaginanya. Hal itu mendatangkan perasaan nikmat bagi Bang Amir maupun Miriani sendiri.

Miriani tak mampu berpikir jernih lagi. Setelah menderita sejak pagi, sedikit kenikmatan itu membuatnya tergoda untuk mendapatkan lebih banyak lagi. Ia pun mulai menggoyangkan pinggulnya, membuat penis Bang Amir menjangkau segenap pelosok bagian dalam vaginanya.

Makin lama, frekuensi goyang pinggul Miriani makin tinggi. Kedua tangannya yang semula menyangga tubuhnya ke belakang, kini mulai meremas-remas kedua payudaranya sendiri, memilin-milin dan menarik-narik kedua putingnya. Miriani juga tak kuasa menahan diri untuk tidak mengerang-erang dan mendesah-desah. Keempat pemerkosanya tercengang melihat perubahan itu. Prapto tak melewatkan momen itu dan merekamnya.

Ia lalu menyerahkan handycam kepada Bon. Prapto sendiri menyodorkan penisnya yang sudah mengacung ke wajah Miriani.

"Ayo Mbak.... terus goyang, nikmatin aja Mbak... sekarang isep kont*lku Mbak... iyahhhh...." kata Prapto.

Tanpa banyak tanya, Miriani menggenggam penis Prapto dan memasukkannya ke mulutnya. Lalu, sambil menaikturunkan pinggul dan memutar-mutarnya, Miriani juga mengulum penis Prapto. Prapto merem melek merasakan kuluman perempuan itu. Dipeganginya kepala Miriani yang berjilbab. Sesekali didorongnya penisnya jauh sampai terasa menyentuh kerongkongannya. Miriani masih terus memutar-mutar pinggulnya. Desahannya tetap terdengar meski tersumbat penis Prapto.

Prapto rupanya punya rencana sendiri. Didorongnya kepala Miriani dengan penisnya tetap di dalam mulut perempuan itu. Posisi itu ptomatis membuat Miriani rebah ke atas tubuh Bang Amir. Si tukang ojek luar biasa senang. Sebab, kini ia bisa menikmati jepitan vagina Miriani sambil meremas-remas kedua payudaranya.

Prapto menarik keluar penisnya dari mulut Miriani. Ia kini berlutut di depan selangkangan Miriani yang terbuka lebar. Penis Prapto masih keluar masuk disambut goyangan pinggul Miriani. Vagina perempuan itu sudah betul-betul basah.

Prapto menyentuh klitoris Miriani, menekannya dengan ibu jari dan merangsangnya dengan gerakan mengucek-ngucek, makin lama makin cepat. Reaksinya luar biasa. Miriani seperti berupaya bangkit. Tangannya menggapai-gapai ke kemaluannya sendiri tapi tak bisa karena Bang Amir menahan tubuhnya. Akhirnya, dari mulutnya keluar rintihan yang lebih mirip erangan memelas, bukan kesakitan. Yang pernah menonton Miyabi orgasme, tahu bahwa Miriani juga akan menemukan orgasmenya....Rintihannya tak jauh beda dengan rintihan nikmat Miyabi.
"Ayo Mbak....jangan malu-malu.... ayo, nikmatin aja.... ayo....." goda Prapto sambil terus merangsang klitorisnya.

"Aiyaiyaiyai.... aihh.... aaiihhh....auhhh....aaaakhhhh....mmmmfff....aaaiiihhh...." suara yang betul-betul menggairahkan itu akhirnya keluar melengking dari bibir Miriani saat terpaan orgasme seperti meledakkan dirinya. Tubuhnya kelojotan di atas tubuh Bang Amir. Penis Bang Amir sendiri masih lumayan gagah tertancap di vagina Miriani yang basah kuyup.

Empat pemerkosanya terbahak-bahak melihat adegan itu. Perlahan, kesadaran merasuki benak Miriani lagi. Mendengar tawa dan komentar yang menghina, rasa malu mulai merambati dirinya....
"Tahu gini, tadi kan nggak usah kita perkosa Mbak.... mem*k Mbak juga butuh nih....." kata Prapto sambil menepuk vagina Miriani agak keras.

"Gue tahu Mbak butuh kont*l lebih dari satu. Gimana kalo kita coba masukin dua kont*l sekaligus ?" lanjut Prapto.

Miriani kaget. Apalagi ia merasakan aneh, ketika Prapto menusukkan satu jarinya di sela-sela penis yang terjepit vaginanya. Satu jari lagi menyusul...."Tenang aja Mbak.... kepala bayi aja muat. Masak cuman 2 kont*l aja nggak muat ?" kata Prapto samil mulai menjejalkan penisnya bersamaan penis Bang Amir.

"Akhh.... aihh.... jangan... aduhhh.... jangan... nggak muaaat...." Miriani ketakutan. Ia mencoba mendorong dada Prapto. Tapi dadanya sendiri malah dicengkeram Bang Amir.

"Biarin aja Neng....mem*k Neng emang udah agak longgar kalo dipake sendiri kok..." komentar Bang Amir.

Mula-mula Prapto kesulitan. Tetapi akhirnya kepala penisnya berhasil masuk. Baru setelah itu tak sulit baginya untuk mendorong masuk penisnya jauh ke dalam diiringi jerit kesakitan Miriani. Vaginanya terasa seperti akan sobek.

Tak ada lagi desahan nikmat keluar dari mulut Miriani. Yang ada kini pekik dan erangan kesakitan. Dul pun tak mampu menahan diri untuk tidak memperkosa mulut Miriani lagi.

Prapto dan Bang Amir seperti berlomba memasukkan penis mereka sejauh-jauhnya ke vagina Miriani. Prapto yang pertama kali menyelesaikan hajatnya, disusul kemudian Prapto, lalu Dul di mulut Miriani.

Kembali ibu muda itu tergolek lemah di lantai berkarpet hijau. Jilbabnya kusut masai. Sperma belepotan di bibir dan vaginanya.

Prapto menampar pantatnya, menyuruhnya segera bersiap pulang. Dengan gontai ia kembali ke kamar mandi, membersihkan bekas-bekas perkosaan dahsyat itu.

Bang Amir menunggu di atas jok motor di luar rumah. Di benaknya sudah tersimpan rencana cemerlang: mengajak teman-temannya menikmati tubuh ibu muda berjilbab ini....

Memperkosa Istri Sendiri

Reni namanya, umur 27 tahun, lima tahun lebih muda dariku, kulitnya putih mulus, rambut panjang agak bergelombang dan mata yang bulat indah. Ia seorang wanita yang terkenal alim sejak dulu, santun dalam tingkah laku, selera berpakaiannya pun tinggi, ia tidak suka mengumbar kemulusan tubuhnya walau dikaruniai body yang aduhai dengan payudara yang montok. Dari sekian banyak lelaki, akhirnya akulah yang beruntung mendapatkannya sebagai istri. Aku tahu, banyak lelaki lain yang pernah menidurinya dalam mimpi atau menjadikannya objek masturbasi mereka. Tetapi, aku bukan hanya bermimpi. Aku bahkan betul-betul menidurinya kapanpun aku mau. Ia juga membantuku masturbasi saat ia datang bulan. Cintaku padanya belum berubah, yang berubah hanya caraku memandangnya. Tiba-tiba, entah kapan dan bagaimana awalnya, aku selalu membayangkan Reni dalam dekapan lelaki lain. Entah aku sudah gila atau bagaimana, rasanya benar-benar excited membayangkan payudara dan vaginanya dalam genggaman telapak tangan pria lain, terutama yang bertampang kasar dan status sosialnya di bawahnya.


Setelah melalui beberapa pertimbangan dan pembicaraan-pembicaraan santai yang makin mengarah ke serius, akhirnya kudapatkan juga tiga orang yang kurasa pas untuk mewujudkan kegilaanku. Orang pertama, Aldo, adalah office boy di kantor tempatku bekerja. Orangnya masih berumur 23 tahun, berperawakan kurus tinggi dengan kumis tipis. Dia sering membantuku dan tugas-tugas yang pernah kupercayakan padanya pun selalu rapi. Pada jam istirahat atau lembur kami sering ngobrol dan merokok bersama, dan dalam suatu obrolan lah aku mengungkapkan ide gilaku padanya. Sifatnya agak pemalu dan pendiam sehingga tidak banyak teman.Menurut pengakuannya, ia belum pernah berpacaran apalagi main perempuan.

“Ya boleh juga lah Bos, sapa tau seperti kata Bos, bisa bikin saya lebih berani ke cewek hehehe” katanya menanggapi permintaanku.

Orang kedua Bob, seorang temanku di perusahaan tempatku bekerja dulu, seorang pria berusia 40 tahun lebih. Aku berpikir dia pas untuk tugas gila ini begitu melihatnya terutama perutnya yang gendut. Aku memang kadang mengkhayalkan wajah Reni yang lembut dikangkangi seorang lelaki gendut. Bob mengaku tertarik dengan tawaranku lantaran ia punya seorang karyawati cantik yang belum berhasil ditaklukannya. Ia memperlihatkan foto gadis itu kepada kami yang memang harus diakui cantik. Kata Bob, ia sudah berulangkali mencoba merayu gadis itu untuk melayaninya, tetapi gadis itu selalu menolaknya.

“Setelah bermain-main dengan Reni, aku ingin kalian membantuku memperkosa si Lia ini” katanya.
Orang ketiga bernama Jaelani yang direkomendasikan oleh Bob. Ia adalah sopir perusahaan di tempat kerja Bob, tubuhnya kekar, kulitnya hitam, kumis di atas bibirnya menambah sangar wajahnya yang memang sudah seram itu. Melihatnya, aku langsung membayangkan Reni menjerit-jerit lantaran vaginanya disodok penis pria seperkasa Jaelanni ini.

“Saya udah lima tahun cerai, selama ini mainnya sama perek kampung aja kalau lagi sange, kalau ngeliat yang cantik kaya istri Abang ini wah siapa ga kepengen Bang” sahutnya antusias ketika kuperlihatkan foto Reni di HP-ku.

“OK deh, minggu depan kita beraksi. Silakan kalian puaskan diri dengan istriku. Nanti hari H min satu kita atur lagi lebih dalam rencananya! kataku mengakhiri pertemuan.



***

H – 1



Sehari sebelum hari yang direncanakan tiba, kami berempat berkumpul lagi di rumah kontrakan Jaelani untuk membahas apa yang harus dilakukan. Akhirnya, ide Bob yang kami pakai. Idenya adalah menculik istriku dan membawanya ke villa Bob yang besar dan terletak di luar kota. Bob menjamin, teriakan sekeras apapun tak akan terdengar keluar villanya itu, selain itu suasananya pun jauh dari keramaian kota sehingga aman untuk melakukannya. Kami semua sepakat dan mulai membagi tugas. Aku tak sabar menunggu saatnya mendengar jeritan kesakitan Reni diperkosa ketiga pria ini.



***

Hari H



Hari yang disepakati pun tiba. Aku tahu, pagi itu Reni akan ke rumah temannya. Aku tahu kebiasaannya. Setelah aku berangkat kantor, ia akan mandi. Hari itu ia memakai gaun terusan krem bermotif bunga-bunga. Sebenarnya aku tidak ke kantor, tetapi ke rumah Bob. Di sana, tiga temanku sudah siap. Kamipun meluncur ke rumahku dengan mobil van milik Bob. Sekitar sepuluh menit lagi sampai, kutelepon Reni.

“Sudah mandi, sayang ?” kataku.

“Barusan selesai kok” sahutnya.

“Sekarang lagi apa?”

“Lagi mau pake baju, hi hi…” katanya manja.

“Wah, kamu lagi telanjang ya ?”

“Hi hi… iya,”

“Cepat pake baju, ntar ada yang ngintip lho !” kataku.

“Iya sayang, ini lagi pake BH,” sahutnya lagi.

“Ya udah, aku kerja dulu ya, cup mmuaachh…” kataku menutup telepon.

Tepat saat itu mobil Bob berhenti di samping rumahku yang tak ada jendelanya. Jadi, Reni tak akan bisa mengintip siapa yang datang. Bob, Aldo dan Jaelani turun, langsung ke belakang rumah. Kuberitahu mereka tentang pintu belakang yang tak terkunci. Aku tak perlu menunggu terlalu lama. Kulihat Aldo sudah kembali dan mengacungkan jempolnya. Cepat kuparkir mobil Bob di garasiku sendiri.

“Matanya sudah ditutup Do?” kataku.

“Sudah bos. Mbak Reni sudah diikat dan mulutnya disumpel. Tinggal angkut” katanya.

Memang, kulihat Bob dan Jaelani sedang menggotong Reni yang tengah meronta-ronta. Istriku yang malang itu kini terikat tak berdaya. Kedua tangannya terikat ke belakang. Aku siap di belakang kemudi. Kulirik ke belakang, tiga lelaki itu memangku Reni yang terbaring di jok tengah.

“Ha ha… step one, success!” kata Bob.

Aku menelan liurku ketika rok Reni disingkap sampai ke pinggang. Tangan mereka saling berebut menjamah pahanya yang putih mulus. Bob bahkan telah menurunkan bagian dada Reni yang agak rendah sehingga sebelah payudaranya yang masih terbungkus bra hitam menyembul keluar. Lalu, ia menurunkan cup bra itu. Mata ketiganya seolah mau copot melihat payudara 34B Reni yang bulat montok dengan puting coklat itu. Bob bahkan langsung melumat bongkahan kenyal itu dengna bernafsu embuat Reni merintih-rintih. Gilanya, aku malah sangat menikmati pemandangan itu.

“Udah Bang, sekarang berangkat aja dulu” kata Jaelani sambil jarinya mulai merambahi selangkangan Reni dan mengelusi vaginanya dari luar celana dalamnya.



***
Setelah empat puluh menit perjalanan tibalah kami di villa Bob yang besar. Kami mengikat Reni di ranjang dengan tangan terentang ke atas. Si sopir, Jaelani, tengah memeluknya dari belakang, meremas payudara dan pangkal pahanya.

“Pak Bob merokok kan? Reni benci sekali lelaki perokok. Saya pingin ngelihat dia dicium lelaki yang sedang merokok. Saya juga pengen Pak Bob meniupkan asap rokok ke dalam memiawnya,” bisikku kepada Bob.

Bob mengangguk sambil menyeringai. Aku lalu mengambil posisi yang tak terlihat Reni, tapi aku leluasa melihatnya. Kulihat Bob sudah menyulut rokoknya dan kini berdiri di hadapan Reni. Dilepasnya penutup mata Reni. Mata sendunya berkerjap-kerjap dan tiba-tiba melotot. Rontaan Reni makin menjadi ketika Bob menjilati pipinya yang halus. Apalagi, kulihat tangan Jaelani tengah mengobok-obok vaginanya. Pinggul Reni menggeliat-geliat menahan nikmat.

“Bang nggak bosen-bosen mainin memiaw Mbak Reni,” tanya Aldo yang duduk di sebelahku sambil memainkan penisnya.

“Lho, kok kamu di sini. Ayo direkam sana!” kataku menepuk punggungnya.

“Oh iya. Lupa!” kata Aldo sambil cengengesan.

Bob menarik lepas celana dalam Reni yang menyumbat mulutnya.

“Lepaskaaaan…. mau apa kalian… lepaskaaaan!” langsung terdengar jerit histeris Reni yang marah bercampur takut.

“Tenang Mbak Reni, kita cuma mau main-main sebentar kok,” kata Bob sambil menghembuskan asap rokok ke wajah cantiknya.

Kulihat Reni melengos dengan kening berkerut.

“Ya nggak sebentar banget, Mbak. Pokoknya sampe kita semua puas deh!” kata Aldo.

Ia berjongkok di hadapan Reni. Diarahkannya kamera ke bagian bawah tubuh Reni, ia mengclose-up jari tengah Ben yang sedang mengobok-obok vagina istriku.

“memiaw Mbak rapet sih. betah nih saya maenan ini seharian,” timpal Jaelani.



“Aaakhhh… binatang…lepaskaaann…nngghhhh!” Reni meronta-ronta dan menangis

Telunjuk Aldo ikut-ikutan menusuk ke dalam vaginanya. Kulihat Bob menghisap rokok Jie Sam Soe-nya dalam-dalam. Tangan kirinya meremas-remas payudara kanan Reni yang telah terbuka

“Lepaskaaaan… jangaaann….setaan….mmmfff…..mmmmfffff….mmmpppfff… .” jeritan Reni langsung terbungkam begitu Bob melumat bibirnya dengan buas.

Mata Reni mendelik. Kulihat asap mengepul di antara kedua bibir yang berpagut itu. Al

mengclose-up ciuman dahsyat itu. Ketika Bob akhirnya melepaskan kuluman bibirnya, bibir Reni terbuka lebar. Asap tampak mengepul dari situ. Lalu Reni terbatuk-batuk.

“Ciuman yang hebat, Jeng Reni. Sekarang aku mau mencium memiawmu,” kata Bob.

Reni masih terbatuk-batuk. Wajahnya yang putih mulus jadi tampak makin pucat. Bob berlutut di hadapan Reni. Jaelani dan Aldo membantunya membentangkan kedua kaki Reni lebih lebar.

“Wow, memiaw yang hebat,” kata Bob sambil mendekatkan ujung rokok yang menyala ke rambut kemaluan Reni yang tak berapa lebat.

Sekejap saja bau rambut terbakar menyebar di ruangan ini. Bob lalu menyelipkan bagian filter batang rokoknya ke dalam vagina Reni. Istriku masih terbatuk-batuk sehingga terlihat batang rokok itu kadang seperti tersedot ke dalam. Tanpa disuruh, Aldo meng-close-upnya dengan handycam. Bob lalu melepas rokok itu dari jepitan vagina Reni. Dihisapnya dalam-dalam. Lalu, dikuakkannya vagina Reni lebar-lebar. Mulutnya langsung merapat ke vagina Reni yang terbuka.

“Uhug…uhug…aaaakkhhh… aaaaakkhhh….aaaaakkkhhhh…” Reni menjerit-jerit histeris. Bob tentu sudah mengembuskan asap rokoknya ke dalam vagina istriku.

“Aaakhhhh… panaaassss….adududuhhhh….” Reni terus menjerit dan meronta-ronta. Kulihat Bob melepaskan mulutnya dari vagina istriku.

Sementara Aldo mengclose up asap yang mengepul dari vagina Reni. Reni semakin menangis ketakutan.



Bob bangkit dan menjilati sekujur wajahnya. Lalu dengan gerak tiba-tiba ia mengoyak bagian dada istriku. Reni memiawik ketika Bob merenggut putus bra-nya yang telah tersingkap. Ia terus menangis saat Bob mulai menjilati dan mengulum putingnya. Kulihat Jaelani kini berdiri di belakang istriku. Penisnya yang besar itu telah mengacung dan siap beraksi. Ia menoleh ke arahku, seolah minta persetujuan. Aku mengacungkan ibu jari, tanda persetujuan. Tak sabar aku melihat istriku merintih-rintih dalam persetubuhan dengan lelaki lain. Kuberi kode kepada Aldo, si office boy, agar mendekat.

“Tolong tutup lagi matanya. Gua pengen ingin dia menelan sperma gua soalnya selama ini dia belum pernah” kataku

Al mengangguk dan segera melakukan perintahku. Setelah yakin Reni tak bisa melihatku, aku pun mendekat.

“Aaakkhhh….aaakkkhhh….. jangaaaannn….!” Reni menjerit lagi, kali ini lantaran penis Jaelani yang besar mulai menusuk vaginanya.

Kulihat baru masuk setengah saja, tapi vagina Reni tampak menggelembung seperti tak mampu menampung penis itu. Kulepaskan ikatan tangan Reni tapi kini kedua tangannya kuikat ke belakang tubuhnya. Penis si sopir masih menancap di vaginanya. Jaelani kini kuberi isyarat agar duduk di lantai. Berat tubuh Reni membuat penis Jaelani makin dalam menusuk vaginanya. Akibatnya Reni menjerit histeris lagi. Tampaknya kali ini ia betul-betul kesakitan. Aku sudah membuka celanaku. Penisku mengacung ke hadapan wajah istriku yang cantik ini. Reni bukannya tak pernah mengulum penisku. Tapi, selalu

saja ia menolak kalau kuminta spermaku tertumpah di dalam mulutnya.

“Jijik ah, Mas,” katanya berkilah.

Tetapi kini ia akan kupaksa menelan spermaku. Kutekan kepalanya ke bawah agar penis si sopir masuk lebih jauh lagi sehingga Reni makin histeris. Saat mulutnya terbuka lebar itulah kumasukkan penisku, jeritannya pun langsung terbungkam. Aku berharap Reni tak mengenali suaminya dari bau penisnya. Ughhhh… rasanya jauh lebih nikmat dibanding saat ia mengoral penisku dengan sukarela. Kupegangi bagian belakang kepalanya sambil kugerakkan maju mundur pinggulku. Sementara Jaelani juga sudah semakin ganas menyentak-nyentak penisnya pada vagina istriku. Reni mengerang-erang, dari sela kain penutup matanya kulihat air matanya mengalir deras. Aku tak bisa bertahan lebih lama lagi. Kutahan kepalanya ketika akhirnya spermaku menyembur deras ke dalam rongga mulut istriku yang kucintai. Kutarik keluar penisku, tetapi langsung kucengkeram dagunya yang lancip. Di bawah, Bob dan Aldo menarik kedua puting istriku.

“Ayo, telan, banyak proteinnya nih Mbak, sehat loh” kata Bob.

Akhirnya memang spermaku tertelan, meski sebagian meleleh keluar di antara celah bibirnya. Nafas Reni terengah-engah di antara rintihan dan isak tangisnya. Ben masih pula menggerakkan pinggangnya naik turun.



Aku duduk bersila menyaksikan istriku tengah dikerjai tiga pria bertampang jelek. Penis Jaelani masih menancap di dalam vagina Reni. Kini Bob mendorong dada Reni hingga ia rebah di atas tubuh tegap sopir itu. Ia kini langsung mengangkangi wajah Reni. Ini dia yang sering kubayangkan. Wajah cantik Reni terjepit pangkal paha lelaki gendut itu. Kuambilalih handycam dari tangan Aldo, lalu kuclose up wajah Reni yang menderita. Reni menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menjerit-jerit. Tetapi, jeritannya langsung terbungkam penis Bob. Kedua tangan kekar Jaelani menggenggam payudara Reni. Meremas-remasnya dengan kasar dan berkali-kali menjepit kedua putingnya. Dari depan kulihat, tiap kali puting Reni dijepit keras, vaginanya tampak berkerut seperti hendak menarik penis Ben makin jauh ke dalam. Aldo tak mau ketinggalan. Ia kini mencari klitoris Reni. Begitu ketemu, ditekannya dengan jarinya dengan gerakan memutar. Sesekali, bahkan dijepitnya dengan dua jari. Terdengar Reni mengerang-erang, tubuhnya mengejang seperti menahan sakit.

“Boleh aku gigit klitorisnya?” tanya Aldo padaku sambil berbisik.

“Boleh, asal jangan sampai luka,” sahutku sambil mengarahkan handycam ke vagina istriku.

Office boy pemalu ini betul-betul melakukannya. Mula-mula dijilatinya bagian sensitif itu. Lalu, kulihat klitoris istriku terjepit di antara gigi-gigi Aldo yang tidak rata. Ditariknya menjauh seperti hendak melepasnya. Kali ini terdengar jerit histeris Reni.

“Aaaaakkhhhh….saakkkkiiiittt…” rupanya Bob saat itu menarik lepas penisnya lantaran Jaelani ingin berganti posisi. Jaelani memang kemudian berdiri sambil mengangkat tubuh Reni pada kedua pahanya. Penisnya yang besar masih menancap di vagina istriku. Terus terang aku iri melihat penisnya yang besar itu. Reni terus menjerit-jerit dalam gendongan Jaelani yang ternyata membawanya ke atas meja. Diturunkannya Reni hingga kini posisinya tertelungkup di atas meja. Kedua kakinya menjuntai ke bawah dan kedua payudaranya tepat di tepi meja.

“Kita teruskan lagi, ya Mbak. memiaw Mbak kering sekali, jadi lama selesainya,” kata si sopir

Ia menusukkan dua jari ke vagina Reni sehingga tubuh istriku itu menggeliat.



“Sudaaahh…. hentikaaan…kalian…bangs*t!” teriaknya di sela isak tangisnya.

“Iya Mbak, maafkan kami yang jahat ini ya?” sahut Jaelani sambil kembali memperkosa istriku.

Suara Reni sampai serak ketika ia menjerit histeris lagi. Tapi tak lama, Bob sudah menyumpal mulutnya lagi dengan penisnya. Dalam posisi seperti itu, si sopir betul-betul mampu mengerahkan kekuatannya. Tubuh Reni sampai terguncang-guncang. Kedua payudaranya berayun ke muka tiap kali Ben mendorong penisnya masuk. Lalu, kedua gumpalan daging kenyal itu berayun balik membentur tepi meja. Payudara Reni yang putih mulus kini tampak memerah. Jaelani terlihat betul-betul kasar, mungkin Reni adalah wanita tercantik yang pernah disetubuhinya sehingga tak heran ia begitu bernafsu. Saat ia terlihat hampir sampai puncak, Bob berseru kepadanya,

“Buang ke mulutnya dulu. Nanti putaran kedua baru kita buang ke memiawnya,” kata Bob.

Jaelani mengangguk lalu ia bergerak ke depan Reni. Vagina Reni tampak menganga lebar, tetapi sejenak saja kembali merapat. Bob dengan cepat menggantikan posisi Jaelani. Penisnya kini menyumpal mulut Reni. Ia menggeram keras sambil menahan kepala Reni.

“Ayo, telen spermaku ini… Uuughhhh….yah…. telaaannn…..” si sopir meracau.

Jaelani baru melepaskan penisnya setelah yakin Reni benar-benar menelan habis spermanya. Reni terbatuk-batuk, sopir itu mengusapkan penisnya yang berlumur spermanya sendiri ke hidung Reni yang mancung.

“Uuggghhh….nggghhhhhh…..” Reni merintih.

Tak menunggu lama, kini giliran Bob menyetubuhi Reni. Reni tampaknya tak kesakitan seperti saat diperkosa si sopir. Mungkin karena penis Bob lebih kecil.

“Aiaiaiaiiiii…. jangaaan…. aduhhhh…. sakiiit….” tiba-tiba Reni mendongak dan menjerit kesakitan.

“Anusmu masih perawan ya ? Nanti aku ambil ya ?” katanya.

Ternyata, sambil menancapkan penisnya ke vagina Reni, Bob menusukkan telunjuknya ke anus Reni.



Kudekati Bob seraya berkata,

“Jangan sekarang, pak Bob. Aku juga ingin merasakan menyodominya. Aku belum pernah memasukkan tongkolku ke situ,” bisikku.

“Oke, setelah suaminya, siapapun boleh kan?” sahutnya juga dengan berbisik.

Aku mengangguk. Bob tak mau kalah dengan Jaelani. Ia juga menancapkan penisnya dengan kasar, cepat dan gerakannya tak beraturan. Bahkan, sesekali ia mengangkat sebelah kaki Reni dan memasukkan penisnya menyamping. Saat bersetubuh denganku, biasanya posisi menyamping itu bisa membuat Reni melolong-lolong dalam orgasme.

Tapi, kali ini yang terdengar adalah rintihan dan jerit kesakitan. Saat aku mulai merasa kasihan padanya, jeritan itu berhenti. Aldo kini membungkam mulutnya dengan penisnya. Peluh membasahi sekujur tubuh Reni. Bob sudah menumpahkan sperma ke dalam mulutnya. Tubuh Reni terkulai lemas karena kelelahan, keringat bercucuran di tubuhnya yang mulus. Tetapi, kulihat ia masih sadar. Aldo membopongnya ke kasur busa yang tergeletak di lantai. Reni diam saja ketika ikatan tangannya dilepas.

“Sebentar ya Mbak. Bajunya dilepas aja semua biar lebih enak ngent*tnya” katanya sambil melucuti seluruh pakaian yang masih tersangkut di tubuh Reni. Reni kini berbaring terlentang di kasur busa tanpa sehelai benang pun di tubuhnya. Hanya arloji Fossil, kalung dan cincin kawin yang masih tersisa di tubuhnya. Ia tampak terisak-isak. Aldo kemudian mengikat kembali kedua tangan Reni menjadi satu ke kaki meja. Aku tertarik melihat Aldo yang sikapnya lembut dan agak malu-malu kepada Reni.

“Aduh kasihan, tetek Mbak sampai merah begini,” katanya sambil membelai-belai lembut kedua payudara istriku.

Dipilin-pilinnya juga kedua puting Reni dengan ujung jarinya. Reni menggeliat merasakan rangsangan menjalar ke seluruh tubuhya dari wilayah sensitif itu.

“Siapa yang menggigit ini tadi ?” tanya Aldo.

“Alaaaa, sudahlah, banyak cingcong amat kau ini…cepat masukkan tongkol kau tuh ke memiaw cewek ini,” terdengar Bob berseru.

“Ah, jangan kasar begitu. Perempuan cantik gini harus diperlakukan lembut. Ya, Mbak Reni?” Al terus membelai-belai vagina Reni yang ditutupi bulu-bulu hitam lebat.

Kali ini ia menyentil-nyentil puting Reni dengan lidahnya, sesekali dikecupnya. Biasanya, Reni bakal terangsang hebat kalau kuperlakukan seperti itu dan tampaknya ia juga mulai terpengaruh oleh kelembutan Aldo setelah sebelumnya menerima perlakuan kasar.



“Unngghhh…. lepaskan saya, tolong. Jangan siksa saya seperti ini,” mohonnya.

Aldo tak berhenti, kini ia malah menjilati sekujur permukaan payudara istriku. Lidahnya juga terus bergerak ke ketiak Reni yang mulus tanpa rambut sehelaipun. Reni menggigit bibirnya menahan geli dan rangsangan yang mulai mengganggunya. Aldo mencium lembut pipinya dan sudut bibirnya. Aku sempat heran, katanya dia belum pernah menyentuh wanita, tapi kok mainnya sudah ahli begini, apakah kebanyakan nonton bokep? pikirku

“Jangan khawatir Mbak. Bersama saya, Mbak akan merasakan nikmat. Kalau Mbak sulit menikmatinya, bayangkan saja wajah suami Mbak,” kata Aldo sambil melanjutkan mengulum puting Reni. Kali ini dengan kuluman yang lebar hingga separuh payudara Reni terhisap masuk.

“MMmfff….. ouhhhhh….tidaaakk… saya tidak bisa… ” sahut Reni dengan isak tertahan. “Bisa, Mbak… Ini suami Mbak sedang mencumbu Mbak. Nikmati saja… ” Aldo terus

menyerang Reni secara psikologis.

Jilatannya sudah turun ke perut Reni yang rata. Dikorek-koreknya pusar Reni dengan lidahnya. Reni menggeliat dan mengerang lemah.

“Vaginamu indah sekali, istriku…” kata Aldo sambil mulai menjilati bibir vagina istriku. Reni mengerang lagi. Kali ini makin mirip dengan desahannya saat bercumbu denganku. Pinggulnya kulihat mulai bergerak-gerak, seperti menyambut sapuan lidah office boy itu pada vaginanya. Ia terlihat seperti kecewa ketika Aldo berhenti menjilat. Tetapi, tubuhnya bergetar hebat lagi saat pemuda itu dengan pandainya menjilat bagian dalam pahanya. Aku acungkan ibu jari pada Aldo, itu memang titik sensitifnya. Aldo menjilati bagian dalam kedua paha Reni, dari sekitar lutut ke arah pangkal paha. Pada jilatan ketiga, Reni merapatkan pahanya mengempit kepala si office boy dengan desahan yang menggairahkan.

“Iya Reni, nikmati cinta suamimu ini,”

Aldo terus meracau, direnggangkannya kembali kedua paha Reni. Kini lidahnya langsung menyerang ke pusat kenikmatan Reni. Dijilatinya celah vagina Reni dari bawah, menyusurinya dengan lembut sampai bertemu klitoris.



“Ooouhhhhhh…. aahhhh…. am…phuuunnn….” Reni merintih menahan nikmat. Apalagi, Aldo kemudian menguakkan vaginanya dan menusukkan lidahnya ke dalam sejauh-jauhnya.

Reni makin tak karuan. Kepalanya menggeleng-geleng. Giginya menggigit bibirnya, tapi ia tak kuasa menahan keluarnya desahan kenikmatan. Apalagi Aldo kemudian dengan intens menjilati klitorisnya.

“Ayo Mbak Reni, nikmati…. nikmati… jangan malu untuk orgasme…” kata Aldo, lalu tiba-tiba ia menghisap klitoris Reni. Akibatnya luar biasa. Tubuh Reni mengejang, dari bibirnya keluar rintihan seperti suara anak kucing. Tubuh istriku terguncang-guncang ketika ledakan orgasme melanda tubuhnya.

“Bagus Mbak, puaskan dirimu,” kata Al, kali ini sambil menusukkan dua jarinya ke dalam vagina istriku, keluar masuk dengan cepat.

“Aaakkhhhh….aaauuunnghhhhhh…” Reni melolong, lalu ia menangis merasa terhina karena menikmati perkosaan atas dirinya.

Aldo memperlihatkan dua jarinya yang basah oleh cairan dari vagina istriku. Lalu ia mendekatkan wajahnya ke wajah istriku. Dijilatnya pipi istriku.

“Oke Mbak, kamu diperkosa kok bisa orgasme ya ? Nih, kamu harus merasakan cairan memiawmu” katanya sambil memaksa Reni mengulum kedua jarinya.

Reni hanya bisa menangis. Ia tak bisa menolak kedua jari Aldo ke dalam mulutnya. Dua jarikupun masuk ke dalam vagina Reni dan memang betul-betul basah. Kucubit klitorisnya dengan gemas.

“Nah, sekarang aku mau bikin kamu menderita lagi,” kata Aldo yang lalu menempatkan dirinya di hadapan pangkal paha Reni.

Penisnya langsung menusuk jauh. Reni menjerit kesakitan. Apalagi Aldo memperkosanya kali ini dengan brutal. Sambil menyetubuhinya, Aldo tak henti mencengkeram kedua payudara Reni. Kadang ditariknya kedua putting Reni hingga istriku menjerit-jerit minta ampun. Seperti yang lain, Aldo juga membuang spermanya ke dalam mulut istriku. Kali ini, Reni pingsan saat baru sebagian sperma office boy itu ditelannya. Aldo dengan gemas melepas penutup mata Reni, lalu disemburkannya sisa spermanya ke wajah cantik istriku.



*******************************

Satu jam kemudian



Reni sudah satu jam pingsan, aku menghampiri tubuhnya yang terkulai lemas dan sudah berlumuran keringat dan sperma itu.

“Biar dia istirahat dulu. Nanti suruh dia mandi. Kasih makan. Terus lanjutkan lagi kalau kalian masih mau,” kataku sambil menghisap sebatang rokok.

“Ya masih dong, bos. Baru juga sekali,” sahut Jaelani sambil tangannya meremas-remas payudara Reni.

“Iya, gua kan belum nyoba bo’olnya” timpal Bob sambil jarinya menyentuh anus Reni. “Oke, terserah kalian. Tapi jam dua siang dia harus segera dipulangkan,” kataku.

Tiba-tiba Reni menggeliat. Cepat aku pindah ke tempat tersembunyi. Apa jadinya kalau dia melihat suaminya berada di antara para pemerkosanya? Kulihat Reni beringsut menjauh dari tiga temanku yang hanya memandanginya. Rambut panjangnya yang indah sudah agak berantakan, ia menyilangkan tangan menutupi tubuh telanjangnya. Tentu itu tak cukup untuk menutupinya malah membuat ketiga pria itu semakin bergairah padanya. Jaelani berdiri mendekatinya, lalu mencengkeram lengannya dan menariknya berdiri.

“Jangan… saya nggak sanggup lagi. Apa kalian belum puas?!” Reni memaki-maki.

“Belum ! Tapi sekarang Mbak harus mandi dulu supaya memiawnya ini bersih!” bentak sopir itu sambil tangan satunya mencengkeram vagina Reni.

Reni menjerit-jerit waktu pria itu menyeretnya ke halaman belakang. Ternyata mereka akan memandikannya di ruang terbuka. Kulihat Jaelani menarik selang panjang dan langsung menyemprotkannya ke tubuh telanjang Reni. Reni menjerit-jerit, berusaha menutupi payudara dan vaginanya dengan kedua tangannya. Bob lalu mendekat, menyerahkan sepotong sabun kepada Reni.

“Kamu sabunan sendiri apa aku yang nyabunin?” tanyanya.

Reni tampak ragu.

“Cepat, sabunan Mbak, kan dingin” seru Aldo.

Semprotan air deras diarahkannya tepat mengenai pangkal paha Reni. Reni perlahan mulai menyabuni tubuhnya. Ia terpaksa menuruti perintah mereka untuk juga menyabuni payudara dan vaginanya.



Tak tahan hanya menonton saja, Bob akhirnya mendekati istriku.

“Begini caranya nyabunin memiaw!” katanya sambil dengan kasar menggosok-gosok

vagina Reni.

Reni menjerit kecil ketika Bob mendekap tubuhnya dan tangannya mulai menggerayangi tubuhnya yang licin oleh sabun. Mulut pria gemuk itu juga menciumi pundak dan leher istriku. Tak lama kemudian, acara mandi akhirnya selesai. Mereka menyerahkan sehelai handuk kepada Reni. Reni segera menggunakannya untuk menutupi tubuhnya.

“Hey, itu bukan untuk nutupin badanmu. Itu untuk mengeringkan badan,” bentak Jaelani.

“Kalau sudah bersih, kita terusin lagi ya Mbak, enak sih!” kata Aldo

“Aiiihhh…” Reni memiawik karena Aldo sempat-sempatnya mencomot putingnya.

“Kalau sudah handukan, susul kami ke meja makan. Kamu harus makan biar kuat,” lanjut Bob sambil meremas bokong Reni yang bundar!

Kulihat Reni telah selesai mengeringkan tubuhnya. Ia mematuhi perintah mereka, tanpa mengenakan apapun ia melangkahkan kakinya ke ruang makan. Betul-betul menegangkan melihat istriku berjalan di halaman terbuka dengan tanpa mengenakan apapun. Sensasinya makin luar biasa karena dalam keadaan seperti itu ia kini berjalan ke arah tiga lelaki yang tengah duduk mengitari meja makan. Mereka betul-betul sudah menguasai istriku. Kulihat Reni menurut saja ketika diminta duduk di atas meja dan kakinya mengangkang di hadapan mereka. Posisiku di belakang teman-temanku, jadi akupun dapat melihat vagina dan payudara Reni yang terbuka bebas. Bob mendekatkan wajahnya ke pangkal paha Reni. Kulihat ia menciumnya.

“Nah, sekarang memiawmu sudah wangi lagi,” katanya.

Reni menggigit bibirnya dan memejamkan mata.

“Teteknya juga wangi,” kata Aldo yang menggenggam sebelah payudara Reni dan mengulum putingnya.

“Ngghhh… kenapa kalian lakukan ini pada saya,” rintih Reni.

“Mau tahu kenapa ?” tanya Bob, jarinya terus saja bergerak sepanjang alur vagina Reni.

Aku tegang. Jangan-jangan mereka akan membongkar rahasiaku.

“Sebetulnya, yang punya ide semua ini adalah Mr X,” kata Bob.

Aku lega mendengarnya.

“Siapa itu Mr X ?” tanya Reni.

“Kamu kenal dia. Dia pernah disakiti suamimu. Jadi, dia membalasnya pada istrinya,” jelas Bob.

“Tapi Mr X tak mau kamu mengetahui siapa dia. Itu sebabnya tiap dia muncul, matamu ditutup.” lanjut Bob.

“Sudah, Bos, biar Mbak Reni makan dulu. Dia pasti lapar habis kerja keras,” sela Ben.



“Maaf ya Mbak Reni. Kami nggak punya nasi. Yang ada cuma ini,” kata Ben sambil menyodorkan piring berisi beberapa potong sosis dan pisang ambon. Ben lalu mengambilkan sepotong sosis.

“Makan Mbak, dijilat dan dikulum dulu, seperti tadi Mbak mengulum tongkol saya,” katanya.

Tangan Reni terlihat gemetar ketika menerima sepotong sosis itu. Dengan ragu-ragu ia menjilatinya, mengulumnya lalu mulai memakannya sepotong demi sepotong. Habis sepotong, Aldo mengupaskan pisang Ambon lalu didekatkannya dengan penisnya yang mengacung.

“Pilih pisang yang mana, Mbak ?” goda Aldo, “ayo ambil,” lanjutnya.

Reni menggerakan tangannya hendak mengambil pisang namun Aldo menangkap pergelangannya dan memaksa Reni menggenggam penisnya.

“Biar saya suap, Mbak pegang pisang saya saja,” katanya.

“Tangannya lembut banget nih” kata Aldo.

Jaelani tak mau kalah, ia menarik sebelah tangan Reni dan memaksanya menggenggam penisnya yang besar. Sementara Reni menghabiskan sedikit demi sedikit pisang yang disuapkan Aldo. Sepotong pisang itu akhirnya habis juga. Bibir Reni tampak belepotan. Bob yang sedang merokok kemudian mencium bibir Reni dengan bernafsu. Reni mengerang-erang dan akhirnya terbatuk-batuk saat Bob melepaskan ciumannya.

“Sudah…uhukkk… sudah cukup,” kata Reni dengan nafas terengah-engah.

“Eee ini masih banyak. Sekarang kita haus nih, Mbak harus temenin kita minum,” kata Bob.

“Tapi gelasnya kurang ya?” sahut Jaelani sambil merenggangkan paha Reni.

Reni meronta-ronta tetapi Aldo dan Bob memeganginya. Jaelani membuka sebotol bir lalu menumpahkan seluruh isinya ke tubuh telanjang Reni hingga basah.



“Hmmm…ini baru maknyus namanya!” kata Bob sambil mendorong tubuh Reni hingga terbaring telentang di meja.

Reni terisak-isak, ia merasakan dinginnya bir itu di sekujur tubuhnya, juga jilatan-jilatan lidah dan tangan-tangan para pria itu yang merangsang setiap titik di tubuhnya. Bob menyeruput bir yang tertumpah di vagina gadis itu hingga terdengar bunyi sruput yang rakus.

“Cara baru minum bir, suegerr!!!” sahut Jaelani yang asyik menyeruput bir pada payudara istriku.

Adegan selanjutnya tak urung membuatku kasihan pada Reni. Mereka membawanya ke halaman belakang dan memperkosanya di atas rumput secara beramai-ramai. Sperma mereka bercipratan bukan saja di dalam vagina Reni, tapi juga di tubuhnya. Begitu usai, mereka membaringkan Reni yang sudah tak sadarkan diri di atas sofa. Kulihat kondisi Reni sudah betul-betul berantakan, bekas-bekas cupangan terlihat di kulitnya yang putih terutama di payudara, leher dan pundaknya, sperma berceceran di hampir seluruh tubuhnya mulai dari vagina hingga wajahnya, rambut panjangnya pun tidak luput dari cipratan cairan kental itu. Kami mengangkut tubuh telanjang Reni ke kamar mandi dan membersihkannya dengan shower lalu memakaikan kembali pakaiannya. Reni masih belum sadar akibat perkosaan brutal tadi. Kami menaikkannya ke mobil dan kembali ke ibukota. Sampai di Jakarta, Reni mulai bangun, terdengar suara melenguh dari mulutnya. Matanya masih dalam keadaan tertutup karena aku tidak ingin dia melihatku. Bob mengancamnya agar tidak menceritakan kejadian hari ini pada siapapun kalau tidak ingin rekaman perkosaan tadi bocor dan mempermalukan dirinya dan keluarganya. Reni hanya bisa mengangguk dengan terisak-isak. Kami menurunkannya di depan rumah lalu aku segera tancap gas menjauhi rumahku.



**************************

Jam sembilan malam



Aku tiba di rumah dan setelah memarkirkan mobil di garasi aku masuk ke rumah dan memanggil nama istriku, berpura-pura seolah tidak terjadi apapun.

“Ren…Renn!!” aku mengeraskan suaraku karena tidak ada yang keluar ataupun membalas sahutanku

“Renn…lu dimana!” panggilku lagi

‘Cklik!” tiba-tiba kamar mandi lantai satu di sebelahku membuka, Reni keluar dari sana.

“Iya Mas, sori saya sakit perut” katanya, “O ya mas, hari ini gak sempat masak, tadi di jalan pulang macet banget, jadi beli makanan di luar, saya panasin sekarang ya Mas”

Kulihat matanya sembab, tapi ia berusaha tersenyum di depanku. Ketika makan malam ia lebih diam dari biasanya namun berusaha menanggapi obrolanku. Kupeluk pinggangnya yang ramping ketika ia sedang mencuci piring sehabis makan dan kubisikkan kata-kata mesra di telinganya. Biasanya aksi ini berlanjut hingga ke hubungan intim baik kilat maupun long time. Namun kali ini ia menepisnya.

“Jangan Mas, jangan hari ini, saya cape, tolong ya…please!” katanya dengan tatapan memohon.

Akupun mengerti karena tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kupeluk dia dengan mesra dan kucium keningnya

“I love you honey!” ucapku dekat telinganya

“Sori banget Ren, lu emang istri yang baik, ga mau orang lain ikut cemas dan susah, gua janji ini ga akan terjadi lagi” kataku dalam hati sambil mempererat pelukanku.

 

blogger templates | Make Money Online